Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Minggu, 04 Desember 2011

Nilai Estetika

Nilai Estetika memikat hingga huruf terakhir
Oleh: Bambang Setiawan, S.Pd
 
Imaji saja tidak cukup. Himpunan puisi “dua pintu kita” yang ditulis oleh Soconingrat memang berpijak pada logika yang kuat. Mencipta keindahan dalam tulisan tidak semudah membalik telapak tangan. Dasar berpikir yang matang, dan informasi yang akurat menjadi pilihan untuk memperkuat sajian kata dalam puisinya. Estetika tanpa logika akan membuat umur tulisan  sangat pendek. Dalam estetika, dikenal dua pendekatan. Pertama, ingin langsung memiliki keindahan itu dalam benda-benda alam yang indah, serta seni itu sendiri. Kedua, menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami orang (pengalaman keindahan dalam diri orangnya). Hal ini tercermin dari beberapa puisi Soconingrat dalam himpunan “dua pintu kita”.
Para pemikir modern cenderung memberikan perhatian pada pengalaman keindahan. Sebab karya seni memberikan pengalaman keindahan dari zaman ke zaman. Di sini penulis puisi dalam “dua pintu kita” muncul sebagai subjek dan karya seni sebagai objek. Soconingrat dalam “dua pintu kita” tidak hanya sekedar membekali diri dengan logika, ilmu pengetahuan yang memadai, dan wawasan yang luas, sehingga karya-karya yang dilahirkan enak dibaca, membangkitkan semangat, menumbuhkan optimisme pada jiwa-jiwa yang mulai putus asa, dan mengairahkan pikiran untuk menemukan sesuatu. Berikut kutipan puisi Soconingrat dalam himpunan puisi “dua pintu kita” berjudul Tobat di Perut Paus. //Langit gelap selimut nirwana// tanpa cahaya Illahi// jauhi jalan kebenaran Allah// tiga puluh tahun terperosok dalam berhala// Yunus tinggalkan Niwana// gelisah harubirukan tangisnya// duka tapak kaki hantarkan ia ke perut paus// empat puluh hari di perut paus.. ditemani gulita dan anyir, Yunus sujud tibat// “Ya Allah, ampunilah khilafku// empat puluh hari di perut paus// ampunannya diridhoi-Nya// Yunus dimuntahkan// di tepi sungai Dajlah-Yaman// kembali ke Niwana// memikul cahaya Illahi// langit di Niwana putih suci// 100.000 umatnya si sinari cahaya iman// nikmat Allah pun terberi//.
Pada puisi berjudul Tobat di Perut Paus merupakan sebuah karya yang kaya makna. Indah sekaligus menyehatkan, menjernihkan hati, sekaligus mencerdaskan pikiran. Dalam puisi berjudul Tobat di Perut Paus, Soconingrat menggali makna dengan cara memandang masalah, memahami peristiwa, mempengaruhi gagasan-gagasan, serta memecahkan masalah, walaupun puisi yang ditulisnya ada pengaruh yang sangat kuat antara pikiran dan fantasi.
Buku kumpulan puisi relatif lebih gampang dibaca daripada kumpulan cerpen atau novel. Bukan karena puisi/ sajaknya dianggap mudah, melainkan pembacaannya terbilang gampang. Anggapan seperti itu dapat diberlakukan pada himpunan puisi “dua pintu kita” karya Utomo Soconingrat. Buku tersebut diterbitkan oleh Hening (Jl. Makam 78 Keranji Bekasi), cetakan pertama, Perpustakaan RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT), April 2009, viii + 39 halaman: 14 cm x 21 dengan nomor ISBN 978-979-19682-0-1.
Sebuah himpunan puisi yang mementingkan estetika dan daya imaji yang kuat. Karya-karya puisi yang berharga berdasarkan pengalaman indah dan mampu membangun kekuatan jiwa. Sebuah skema dasar dalam himpunan puisi “dua pintu kita” bila dihubungkan dengan sumbernya, ide-idenya, permasalahannya mempunyai eksistensial yang menadasar. Kalau mata adalah jendela hati hati. Maka himpunan puisi “dua pintu kita” yang ditulis oleh Soconingrat, kata-kata adalah pintu masuk untuk menyelami jiwa. Soconingrat mementingkan psikolog dalam mengurai kata menjadi puisi, sehingga untaian kata tetap melekat sampai huruf terakhir. Puisi-puisinya seperti seorang psikolog yang sedang menanggani suatu masalah. Melalui kata-kata seorang psikolog melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperoleh kesimpulah lebih menyakinkan sekaligus menemukan akar masalahnya. Tetapi yang paling dominan adalah menggali masalah melalui kata-kata. Melalui kata-kata pula psikolog membenahi kesalahan berpikir maupun gangguan emosi klien. Lalu bagaimana Soconigrat mengemas kata dalam membangun jiwa?
Puisi yang berjudul Matahari (hal. 1) himpunan puisi “dua pintu kita” sangat sederhana bahasanya, tetapi kaya akan makna. Berikut kutipan puisinya. //Matahari// sampai kapan kau menyinari bumi// jangan pergi dari bumi// kalau kau tak ada bumi bak kubur// Gulita dalam gelap// matahari// sampai kapan kau menjadi sumber kami// jangan alfa memberi cahayamu// jika kau tak ada bumi mati// matahari// sampai kapan apimu meredup// gaib bersama bumi//. Soconingrat tetap mengedepankan imaji yang dilandasi pengetahuan yang kuat, sehingga makna atau pesan yang disampaikan melalui puis tetap dapat dicerna oleh penikmat sastra dengan baik. Kadang-kadang penulis puisi pada umumnya memiliki bakat yang besar untuk menulis. Namun, ia tidak memiliki visi yang kuat sehingga tulisan-tulisannya tidak berkarakter. Ia hanya bermain dengan kata-kata. Ia ia memiliki kekayaan informasi, tetapi tak mampu merangkainya menjadi tulisan yang bertenaga atau berbobot. Kata-kata dalam himpunan puisi “dua pintu kita” merupakan gambaran jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar