Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Sabtu, 19 November 2011

Opini "Sertifikasi Guru Obat Luka"

Sertifikasi Guru “Obat Luka”
Oleh: Bambang Setiyawan, S.Pd

Belum lama ini di LPMP (Lembaga Penjamin Mutu  Pendidikan) Jambi diadakan workshop KTSP Tingkat SMP se- Provinsi Jambi. Workshop KTSP Tingkat SMP se-provinsi Jambi yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi bekerjasama dengan LPMP ini menjadi catatan penting bagi seluruh guru yang mengikuti worksop tersebut. Pada pelaksanaan ini  beberapa guru yang diutus sekolah untuk mengikuti worksop, diantaranya adalah guru bidang studi Bahasa Indonesia, IPS, Bahasa Inggris dan Matematika dll.
Salah satu hal yang menarik diungkapkan adalah rasa gembira atau perasaan senang bagi guru-guru tentang adanya ‘sertifikasi guru’ yang kemungkinan akan dilaksanakan tahun 2007. Bila melihat judul di atas tampaknya sertfikasi guru menjadi “obat luka” atau “pengentas” dari kondisi buruk yang dialami oleh guru selama ini. Kalau melihat atau merenungi lirik lagu Iwan Fals “Oemar Bakri” guru selalu diingatkan dengan perasaan sendu. Memang selama ini guru di Indonesia umumnya dan khususnya di Jambi belum mendapatkan “obat luka” atau “pengentas”. Maka tidak heran jika kedepan guru dituntut untuk mempunyai profesionalisme  dalam mengajar.
Ada pepatah dalam bahasa Jawa “Guru itu digugu lan ditiru”. Artinya Guru adalah sebagai panutan yang dipercaya mampu men-sarikan ilmu kepada anak didiknya. Kita semua perlu ajungkan ‘jempol’ kepada pemerintah yang saat ini sudah tidak buta dan tuli terhadap pendidikan dan memperhatikan kelayakan guru baik dari segi kuantitas, kualitas dan kesejahteraan. Dengan diadakannya worksop di LMP Jambi bulan Okotober 2006 kemarin seyogyanya menjadi acuan penting bagi guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesional dalam mengajar.
Tampaknya sertifikasi guru disambut dengan hangat oleh beberapa kalangan, baik praktisi, akademi, dan kalangan pendidikan. Kalau dicermati secara luas wacana ‘sertifikasi guru’ sebagai langkah mengentas dari kondisi buruk sebelumnya menjadi kondisi yang lebih baik, atau sebagai kondisi untuk menjadi lebih terhormat. Ada pandangan bahwa dengan diberlakukan ‘sertifikasi guru’ mendatang salah satu diantaranya adalah berkaitan dengan penghasilan. Tentu jika saja guru yang lulus seleksi atau lulus sertifikasi atau lulus ujian sertifikasi, pendapatan yang akan diperoleh adalah satu kali gaji tunjangan profesi, satu kali gaji tunjangan kompetensi, dan tunjangan kualifikasi.
Berdasarkan PP No 19 Tahun  2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28, seorang  guru harus memiliki empat jenis kompetensi yaitu, kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Kompetensi yang pertama adalah kepribadian. Yakni, dimana kompetensi kepribadian menuntut seorang pendidik untuk dapat mencerminkan kepribadian yang mantap, bijaksana, berwibawa, adil, dewasa, arif, mampu menjadi teladan, dan mempunyai atau berakhlak mulia.
Selain kepribadian, ada kompetensi pendagogik. Sering kali ditemukan wacana bahwa guru atau tenaga pengajar belum banyak yang memahami benar tentang perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Maka sangat tepat jika LPMP (yang dulunya BPG) mengadakan workshop sebagai langkah memajukan kompetensi guru. Namun perlu diakui, bahwa kondisi guru daerah dengan kondisi guru kota sangat berbeda, baik dari segi keterampilan ataupun penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada kompetensi ini guru harus memiliki dasar yang kuat seputar permasalahan didaktik dan metodik. Kenapa demikian? Kompetensi pendagogik mengharuskan guru memahami benar perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, memahami tentang anak didik, mengetahui tentang perkembangan peserta didik, serta dapat mengaktualisasikan berbagai bakat minat atau potensi pada diri siswa.
Perlu diketahui bersama bahwa pada penilaian kompetensi pendagogik dan profesional terdapat dua bentuk penilaian yaitu tes tertulis (objektif) dan uraian, serta tes performance yang akan mencerminkan penguasaan kompetensi pendagogik dan profesional guru. Tentu seorang guru harus dapat mengajar minimal dengan dua model pembelajaran. Dengan melaksanakan hal ini sejati seorang guru akan kelihatan yang sebenarnya atau aslinya. Selain itu ada penilaian dari siswa dan dokumen yang dimiliki oleh seorang guru baik berupa karya maupun tanda penghargaan, ataupun sejenis seminar atau pelatihan.
Kompetensi yang selanjutnya adalah profesional. Kompetensi ini menyangkut penguasaan materi atau cakarawala pembelajaran secara luas dan mendalam. Selain itu guru harus mampu menambah wawasan dari berbagai studi ilmu. Tidak hanya satu studi ilmu saja. Guru hidup di lingkungan masyarakat. Selain sebagai makhluk ciptaan Tuhan, atau makhluk pribadi, guru juga merupakan makhluk sosial. Maka guru harus dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Artinya guru harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada siswa, orangtua siswa, masyarakat  dan dapat membawa pesan dari sekolah untuk masyarakat.
Selama ini guru di Indonesia boleh dikatakan “ kehilangan mutiara”. Mutiara apa? Yaitu sejumlah nilai berharga penciri khas bahwa seseorang adalah guru. Dengan demikian pamor seorang guru akan kelihatan. Maka untuk mencapai hal tersebut dari sekarang guru harus mempersiapkan diri, dimana agar keempat kompetensi tersebut dapat dicapai oleh seorang guru. Artinya guru akan kembali kepada citra yang mulia, yaitu sebagai sosok yang pantas digugu lan ditiru. Kalau semua guru dapat mencapai keempat kompetensi tersebut tentu akan menajdi guru yang ‘hangabehi’ yang artinya semua bisa. Dengan demikian guru akan mempunyai kedudukan yang strategis ditengah masyarakat. Maka tidak heran jika seorang guru mengamban tugas yang banyak.
Seluruh guru yang ada dari Sabang  sampai Merauke  harus memenuhi persyaratan guna mengikuti tes uji. Dengan demikian upaya untuk mengentas dan mengembalikan pamor guru lewat sertfikasi terasa lebih tandas dengan adanya berbagai penilaian dan tes. Setelah semua persyaratan terpenuhi bagi guru yang memililiki ijizah S1/DIV, selanjutnya adalah menjalani tes tertulis. Bila tes yang diikuti lulus, guru masih menghadapi penilaian self appraisal yang akan menguji potensi sebenarnya yang dimiliki oleh seorang guru. Dalam hal ini, akan dilihat sejauh mana kemampuan guru memahami kurikulum, membuat perencanaan pembelajaran, persiapan (menyiapkan silabus), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), daftar nilai, analisis hasil penilaian, program perbaikan dan pengayaan.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi LPMP untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme guru, guna meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas. Seperti bunyi UU no 20 th. 2003 dimana guru harus profesional dibidang pendidikan maupun UU no 14 Th. 2005 yang mana guru harus bisa mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan menilai hasil-hasil belajar guna mencapai suatu pendidikan yang bermutu. Melalui sertifikasi guru yang masih dalam ‘penggodokkan’ tentunya diharapkan dapat menjadi “obat luka” atau “pengentas” mutiara yang hilang.
Tentu harapan bagi guru di Indonesia umumnya dan khususnya di Jambi sertifikasi ini dapat dilakasanakan dengan baik, sehingga para guru dapat memetik manfaat yang berlian diantaranya; melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten dan merusak citra guru; melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas; menjadi wahana penjamin bagi LPTK agar kontrol mutu dan jumlah calon guru yang akan diluluskan menjadi berkualitas.
Dengan demikian sertifikasi merupakan peluang yang penuh dengan tantangan. Yaitu dimana guru harus menjadi sosok yang diteladani. Apabila hal ini sudah dipenuhi maka layaklah seorang guru disebut dengan guru yang profesional. Paling tidak harkat dan martabatnya akan terhormat. Bila guru gagal sertifikasi sekali pun diberi peluang yang sangat baik, yaitu mengikuti serangkaian tes dimana guru akan dibina dalam waktu tertentu oleh Lembaga  Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP).


Penulis adalah Peserta Workshop KTSP Tingkat SMP di LPMP Jambi, dan Staf Pengajar di SMP/SMA Pelita Raya Jambi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar