Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Jumat, 06 Januari 2012

Apa itu Kebijakan Bahasa?

 KEBIJAKAN BAHASA


Apakah yang dimaksud kebijakan bahasa itu? Kalau kita mengikuti rumusan yang disepakati dalam seminar politik bahasa nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975 maka kebijakan bahasa itu dapat diartikan sebagai pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberi perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengelolaan keseluruhan kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bnagsa secara nasional.
Masalah-masalah kebahasaan yang di hadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung terhadap situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja (meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda dan Inggris.
Tetapi negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian bahasa banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebab masalah-masalah kebahasaan yang terjadi di negara lain, secara historis telah agak terselesaikan sejak agak lama.
Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut soempah pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak, berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam undang-undang Dasar 1954 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karna itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus.
Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stsbilitas bangsa. Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah di ambil Indonesia dari perkataan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasaatau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa, kebijakan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut sebagai korpus bahasa.
 
B. Perencanaan bahasa

Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka perencanaan bahasamerupakan kegiatan yang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa. Tetapi sebelumnya perlu juga diketahui bahwa ada pula pakar yang memasukkan kebijaksanaan bahasa itu sebagai satu tahap dalam perencanaan bahasa (Neustupni 1970, Gorman 1973, dan Garvin 1973).

Istilah perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana. Menurut hougen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah.

Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planning ini sebenarnya sudah berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh hougen(moeliono 1983), yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada komisi bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah pembina bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van op huijsen menyusun ejaan bahasa Melayu (Indonesia).

Sesudah memahami apa yang dimaksud dengan perencanaan bahasa itu, maka masalah berikut yang timbul adalah siapa yang harus melakukan perencanaan bahasa itu. Siapapun sebenarnya bisa menjadi pelaku perencanaan itu dalam arti perseorangan atau lembaga pemerintah atau lembaga suasta. Dalam sejarahnya, tampaknya, yang menjadi pelaku perencanaan itu adalah lembaga kebahasaan, baik dalam instansi maupun bukan.

Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai dari berdirinya commisie voor de volkslectuur yang didirikan oleh kolonial pemerintahan belanda pada tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah menjadi balai pustaka. Lembaga ini dengan majalahnya sari pustaka, panji pustaka, dan kedjawen dapat dianggap sebagai perencanaan dan pengembangan bahasa. Lalu, pada tahun 1942 pemerintah penduduk Jepang membentuk dua komisi bahasa Indonesia satu di Jakarta dan satu lagi di Medan.

Komisi ini diberi tugas untuk mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tatabahasa baru, dan penentuan kata pungutan baru(moeliono 1983). Sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1947 pemerintah indonesia membentuk panitia pekerja bahasa Indonesia dengan tugas mengmban peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah.

Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistim ejaan yang ideal (baku) yang dapat digunakan oleh penutur dengan benar, sebap adanya sistem ejaan yang di sepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi.

Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat; bisa juga dari para pemegang tampuk kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur, maupun dari dana dan ketenagaan. Perencanaan yang kurang tepat bisa bersumber dari pengambilan kebijaksanaan yang tidak tepat atau keliru, karena salah mengistemasi masalah kebahasaan yang harus diteliti.

Hambatan dari pemegang tampuk kebijakan bisa terjadi karna mereka yang memegang tampuk kebijakan diluar bidang bahasa. Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukannya tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan yang tidak menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan “soal bahasa adalah urusan guru bahasa”

Berhasil atau tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Dalam hal ini memang dapat dikatakan evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar dilaksanakan. Umpamanya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan dalam bidang pembukuan bahasa, sebap pembukuan bahasa itu tidak disertai dengan pemerian terperinci mengenai sasarannya, dan tidak pula diberi kerangka acuan waktu bilamana hasil kira-kira akan tercapai.

* dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar