Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Senin, 28 November 2011

Makalah Drs. Larlen, M.Pd dosen FKIP Unja

PERAN BAHASA DAN SASTRA TERHADAP
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Oleh; Drs. Larlen, M.Pd

A. Gambaran Umum Situasi Pendidikan

Di mana tempat Indonesia dalam dunia pendidikan umumnya dan di Asia khususnya bila ditinjau dari aspek pendidikan? Banyak tantangan yang mesti dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam membentuk karakter bangsa. Tantangan lain dalam dunia pendidikan adalah justru berasal dari luar yakni bila pendidikan Indonesia dibandingkan, misalnya dengan negara-negara tetangga. Laporan UNDP (United Nation Development program) mengungkapkan bahwa Index Pembangunan Manusia Indonesia berada para peringkat 109 setingkat lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam dan jauh di bawah Jepang (Peringkat ke 9), Singapura (24), Brunei Darusalam (32), Malaysia (61), Thailand (76) dan Filiphina (77). Dalam hal daya saing, Indonesia juga menduduki peringkat yan sangat rendah yakni 46, jauh dibawah Singapura (2), Malaysia (27), Filiphina (32) dan Thailand (34).
Sehubungan dengan hal itu, Werner Schaal, Wapres Asosiasi Rektor Jerman (Kompas 18-8-2001) menyatakan bahwa kunci keberhasilan Perguruan Tinggi (PT) saat ini dan masa mendatang adalah kompetisi. Persaingan PT diseluruh dunia, apalagi dalam era globalisasi. PT menghadapi tantangan untuk terus menghasilkan inovasi baru dan kemajuan pengetahuan. Kemajuan teknologi dan pengetahuan yang terjadi di masyarakat kadangkala terjadi lebih cepat daripada perkembangan yang memimpin dalam kemajuan teknologi dan pengetahuan. Selanjutnya Hatakenaka, seorang konsultan pendidikan (Kompas, 18-8-2001) menyatakan bahwa strategi PT di negara-negara berkembang untuk berubah menjadi pusat penelitian.
Hanya melalui pendidikan yang baik kita bisa masuk dan bersaing dalam pasar global dan pemerintah harus menjamin agar masyarakat mendapatkan pendidikan. Karena pendidikan menjadi kunci penting untuk menyelesaikan ketimpangan sosial dan kemiskinan, dan kita harus menyadarka nilai-nilai kemanusiaan kita bahwa semua orang diciptkan sederajat dan mempunyai hak untuk memperoleh kesempatan yang sama khususnya dalam hal pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dirumuskan dalam dua paham, pertama pendidikan bertujuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasarannya adalah menekankan wawasan, pemahama, insight dan kompetensi dalam penguasaan bidang tertentu. Kedua, pendidikan bertujuan untuk membentuk character building. Hal yang paling penting ditekankan adalah pendidikan nilai, pengembangan diri dalam kaitan dengan pembetukan karakter. Pembentukan karakter menjadi modal sosial bagi setiap orang dalam realitas kehidupan pluralis.
Di Indonesia pendidikan dipandang sebagai suaut sistem sosial dan pilihannya tergantung pad asudut pandang; apakah yang menjadi cita-cita Negara dan bangsa kita. Maka pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan bangsa tersebut. Dan pendidikan itu sendiri sebagai bagian sistem sosial politik. Melalui pendidikan kita ingin ada penigkatan kualitas sumber daya manusia (SDM); ekonomi berbasis Iptek, Informasi Teknologi (TI); semua ini dapat dicapai melalui peran bahasa dan sastra Indonesia. Margaret Mead, mengamati perkembangan pendidikan mengataka perlu ada reformasi pendidikan karea model transmit pendidikan (pendidikan sebagai misi) vertikal perlu diganti dengan lageral trans (baca Eduard De Bruni; lateral Thingking). Dalam pendidikan menurut Mead harus ada 4 ciri tujuan pendidikan. Pertama, pendidikan harus mampu membuat seseorang hidup, survive. Ciri pendidikan ini adalah “ability to change” pendidikan mampu membuat orang berubah atau diubah. Kedua, pendidikan harus membuat diri seseorang lebih fleksibel dalam melihat masalah. Ketiga pendidikan harus mampu membuat orang mempunyai keterampilan yang tinggi, skill. Dan ketiga pendidikan harus membuat orang mampu membuat suatu keputusan.

B. Peran Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penuturnya. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Sejak diikrarkan Sumpah pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Kedudukan bahasa sebagai bahasa nasional dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia itu, telah dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan nusantara. Selain itu, dengan ditetapkannya sebagai bahasa negara, yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa resmi negara Indonesia. Di dalam keputusan Seminar Politik Bahasa Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa nasional berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latarbelakang sosial dan budaya, (4) alat perhubungan antarbudaya dan daerah.
1. Pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari
Pengembangan bahasa Indonesia memang merupakan salah satu segi pembangunan bangsa Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesia dapat dijadikan salsah satu undikator untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia agar ia menjadi modal pembangunan dan bukannya beban pembangunan. Perlu diingatkan bahwa pemetaan distribusi pemakaian bahasa Indonesia ini bukanlah pemetaan mengenai kemampuan berbahasa Indonesia, tetapi hanya merekam pengakuan penduduk setempat yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari atau bahasa di rumah, maupun mereka yang menyatakan berbahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari di rumah namun dapat berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mempunyai peran yang besar terhadap pendidikan di Indonesia. Karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan baik dari TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Selain itu Bahasa Indonesia juga dipelajari dari TK-Perkuliahan, dalam hal ini digabung menjadi bahasa dan sastra.

2. Perkembangan Bahasa Indonesia menurut pendidikan.
Pendidikan merupakan variabel yang cukup penting dalam mempengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari. Pada umumnya masyarakat yang mempunyai bahasa daerah sebagai bahasa ibu mempelajari Bahasa Indonesia di bangku sekolah. Mereka yang mempunyai pendidikan cukup tinggi persentasi penggunaan bahasa daerah untuk percakapan sehari-hari kecil. Terlihat bahwa mereka menamatkan pendidikan tingkat SLTP dan SLTA ke atas mempunyai persentase tertinggi menggunakan Bahasa Indonesia untuk pembicaraan sehari-hari. Ini disebabkan oleh karena mereka yang berpendidikan atas banyak melakukan pekerjaan di sektor formal yang kebanyakan menggunakan Bahasa Indonesia pembicaraan sehari-hari.

C. Sastra
Apakah karya sastra itu? Bagaimana ciri-cirinya? Dan siapakah pengarang itu? Ada bermacam-macam pendapat terhadap seorang pengarang. Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pembicaraan. Sejak zaman Yunani, kejeniusan dianggap disebabkan semacam kegilaan. Penyair, pengarang adalah orang yang menuangkan gagasan ide, melalui bahasan sebagai proses komunikasinya dan proses kreatifnya melalui bahasa dapat dinikmati oleh setiap orang.
Karya sastra adalah proses anak kreatif atau anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang (Selden, 1985:2). Kualitas karya sastra ditentukan oleh sejumlah aspek yang larinya juga ke arah seniman, yaitu daya spontanitas, kekuatan emosi, orisinil, daya komtemplasi, kedalaman nilai kehidupan, dan harmoni. Kekuatan emosional pengarang yang dibangun melalui unsur ekstrinsik dan intrinsik dapat memberikan pemahaman dan nilai keindahan bagi pembaca.

D. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter di sekolah secara sederhana bisa didefinisikan sebagai “pemahaman, perawatan, dan pelaksanaan keutamaan (practice of virtue). Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupi nila-nilai itu, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatih nilai-nilai tersebut secara nyata. Oleh karena itu, pendidikan karakter sesungguhnya bersifat liberatif, yaitu sebuah usaha dari individu, baik secara pribadi, maupun secara sosial untuk membantu menciptakan sebuah lingkungan yang membantu pertumbuhan kebebasannya sebagai individu sehingga individualitas dan keunikannya dapat semakin dihargai. Kebebasan merupakan landasan bagi perjuangan pengukuhan diri setiap individu.
Pendidikan karakter berkaitan terutama dengan bagaimana seseorang individu menghayati kebebasaannya dalam relasi mereka dengan orang lain sebagai individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada di dalam sebuah struktur yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial-stuktural, meskipun pada gilirannya yang menjadi kriteria penentunya adalah nilai-nilai kebebasaan individual yang sifatnya personal.
Pendidikan karakter yang memiliki dimensi individual berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang. Sementara, pendidikan karakter yang berkaitan dengan dimensi sosial-stuktural lebih melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu. Disini, terdapat gradualitas dalam relasi kekuasaan, mulai dari yang otoritarian sampai demokratis. Dalam konteks inilah kita bisa meletakan pendidikan moral dalam kerangka pendidikan karakter. Pendidikan moral merupakan dasar bagi sebuah pendidikan karakter. Sebagaimana telah kita lihat dalam kasus Sokrates, kita melihat bahwa sekuat apapun struktur menindas yang dijumpai oleh manusia, struktur itu tidak dapat memiliki kekuatan memaksa terhadap keputusan moral seseorang.
Pendidikan moral terutama lebih merupakan sebuah usaha dari individu untuk semakin membentuk dirinya sendiri dan mengafirmasi dirinya sendiri sehingga ia dapat disebut sebagai pribadi yang bermoral. Dalam artian tertentu, pendidikan moral dan pendidikan karakter memiliki persamaan karena menempatkan nilai kebebasan sebagai bagian dari kinerja individu untuk menyempurnakan dirinya sendiri berdasarkan tata nilai moral yang semakin mendalam dan bermutu. Pendidikan karakter mengandaikan bahwa dalam setiap keputusannya, seseorang individu dapat sampai pada tahap otonomi moral seperti ini, tidak perduli apakah stuktur dan sistem kekuasaan yang melingkupinya itu, menindas atau tidak. Oleh karena itu, pendidikan moral menjadi unsur penting bagi sebuah pendidikan karakter.
Pendidikan karakter selain bertujuan menegakkan kemartabatan pribadi sebagai individu, ia juga memiliki konsekuensi kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga pendidikan. Dalam pendidikan moral tanggungjawabnya semata-mata bersifat personal, meskipun tanggungjawab ini seringkali memiliki dimensi komuniter, sedangkan dalam pendidikan karakter tanggungjawab itu selain merupakan tanggungjawab individual, juga memiliki dimensi sosial dan komunitas.
Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan karakter merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Penamaan nilai dalam diri siswa, dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasaan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan. Dua hal ini, jika kita integrasikan akan menjadikan pendidikan karakter sebagai pendagogi.

Kesimpulan
Peran bahasa dan sastra terhadap pendidikan karakter bangsa sangat tinggi. Mengapa? Pengarang menulis menggunakan bahasa. Dan alat komunikasi dalam dunia pendidikan yang digunakan oleh stiap orang juga menggunakan media bahasa. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahawa bahasa dan sastra sangat berperan terhadap pendidikan karakter. Bahasa dan sastra mempunyai kaitan yang erat dalam rangkan membentuk kepribadian dan karakter masyarakat Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Cosmas Fernadez.
            2006 Meneropon Pendidikan SDM Handal. Kupang: Penerbit Gita K.

Doni Koesoema A.
            2007 Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Dendy Sugono
            2009 Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kunjana Rahardi.
            2006 Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Jogyakarta: Andi Yogyakarta.

St. Kartono
P. Suparno
Sukadi
            2002 Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Jogyakarta: Penerbit Kanisius

Salman
            2007 Butir-Butir Pendidikan Nilai Memasuki Abad 21. Bekasi: Krista Mitra Pustaka (Yayasan Pengembangan Nilai-Nilai Humanis).

Wahyudi Siswanto
            2008 Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar