Oleh: Dwiyanti, S.Ag
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyuluh agama merupakan bagian dari Satuan Kerja Departemen Agama yang mempunyai tugas pokok mengadakan layanan bimbingan dan penyuluhan kepada umat. Hal ini sejalan dengan Visi dan Misi Departemen Agama/Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi. Adapun visi Kementerian Agama Provinsi Jambi adalah: “Terwujudnya masyarakat Jambi yang Agamais, Harmonis dan Berkualitas”. Sedangkan misi Kementerian Agama Provinsi Jambi adalah: 1) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi secara profesional; 2) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan dan bimbingan ibadah serta keharmonisan umat beragama; 3) Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan pendidikan agama dan keagamaan pada masyarakat.
Mempelajari visi Pementerian Agama maka tugas menyuluhan menyampaikan kebijakan pemerintah bidang agama dan pembangunan. Bidang pembangunan, penyuluh agama berwenang untuk menyampaikan kebijakan pemerintak kepada masyarakat melalui penyuluhan dengan menggunakan bahasa agama. Sementara itu, di bidang agama, penyuluh agama memiliki peran sebagai penyiar agama/juru dakwah/pengkotbah yang berusaha untuk membangun membangun mental umat sesuai dengan bunyi yang tercantum dalam visi Kementerian Agama Provinsi Jambi.
Mengacu pada misi Kementerian Agama Provinsi Jambi maka dalam melaksanakan penyuluhan, penyuluh harus berpedoman pada peraturan-peraturan yang terkait sehingga dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan tidak salah arah. Beberapa acuan yang mendasari arah kerja penyuluh adalah Keputusan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil antara lain dinyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan pembinaan pengawai negeri sipil perlu mendapatkan jabatan fungsional. Sebagai pelaksanaan ketentuan dalam penyuluhan tersebut maka dikeluarkan Keputusan Pemerintah Nomor 87 tahun 1999 tentang Rumusan Jabatan Fungsional Pengawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh agama. Sementara itu tugas pokok penyuluh agama tertuang dalam Keputusan Bersama menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor : 574 tahun 1999 dan Nomor 178 tahun 1999 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angga Kreditnya dalam bab 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Penyuluh Agama adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan memalui bahasa agama. ((Petunjuk Pelaksanaan Penyuluh Agama Buddha, hal. 4).
Penyuluh agama Buddha, dalam memberikan Penyuluhan Agama dan Pembangunan kepada peserta binaan menggunakan bahasa agama Buddha. Hal ini sesuai dengan Keputusan bersama menteri agama dan Kepala BKN bahwa yang dapat dimaknai sebagai orang yang berwenang dalam meningkatkan peran serta umat Buddha dalam Pembangunan Nasional melalui bahasa agama. Dengan demikian, upaya penyuluhan menjadikan pendorong utama dalam memperkokoh jati diri umat Buddha. Disamping itu penyuluh juga berperan sebagai mediator untuk memahami maksud dan tujuan pembanguan bangsa dan mengajak umat Buddha untuk bersikap proaktif dalam pembangunan nasional.
Mengingat pentingnya peran penyuluh dalam masyarakat tersebut maka penyuluh agama Buddha harus berupaya untuk meningkatkan mutu penyuluhan sehingga kualitas mental umat Buddha semakin meningkat. Upaya terebut perlu ditindak lanjuti dengan pemakaian sistem pendukung dari luar seperti media cetak, audio, visual Kaset dan lain sebagaiyan pada saat pengadakan pembinaan dan penyuluhan.
Namun demikian, mendukung penyampaian materi binaan dibuthkan teori-teori yang relevaan dengan bidang penyuluhan. Dalam menyampaikan materi Bimbingan dan Penyuluhan biasanya penyuluh menggunakan ceramah sehingga dalam materi tertentu susah untuk dimengerti. Oleh karena itu, dibutuhkan ilmu dan metode yang memadahi sehingga penyampaian materi penyuluhan mudah untuk di cerna oleh peserta bimbingan dan penyuluhan. Salah satu ilmu yang tepat adalah ilmu pendidikan karena obyek kedua bidang yaitu bidang pendidikan dan penyuluhan adalah sama yaitu manusia.
Dalam dunia pendidikan, perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu ditunjang oleh kinerja pendidik yang bermutu tinggi. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter, perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.
Mengacu kepada Sistem Pendidikan Nasional (undang-undang No. 20 Tahun 2003), dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sanjaya, 2006). Konsep undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara atau masyarakat di masa mendatang.
Pada saat ini Indonesia memasuki era informasi, era ini ditandai dengan makin banyaknya medium informasi, tersebesarnya informasi yang makin meluas dan seketika, serta tersajinya informasi dalam berbagai bentuk yang bervariasi dalam waktu yang cepat. Penyajian pesan dalam era reformasi ini akan selalu menggunakan media, baik elektronik maupun non elektronik. Terkait dengan kehadiran media ini, Dimyati (1996) menjelaskan bahwa suatu media yang terorganisasi sercara rapi mempengaruhi secara sistematis lembaga-lembaga pendidikan seperti lembaga keluarga, agama, sekolah, dan kelompok sosial. Dari kelompok tersebut menunjukkan kehadiran media telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem pendidikan kita, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
Menurut (Miarso, 2004:456) menyebutkan bahwa perkembangan media telah menimbulkan empat kali revolusi dunia pendidikan. Revolusi pertama telah terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua menyerahkan pendidikan kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru, penyuluh, pembimbing, instruktur. Revolusi kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai sarana utama pendidikan, penyuluhan kepada masyarakat, pelatihan. Revolusi ketiga timbul dengan percetakan. Revolusi keempat berlangsung dengan meluasnya penggunaan media komunikasi elektronik.
Salah satu media komunikasi elektronik adalah media audio visual. Misalnya media video dengan karakteristik utamanya “visual motion” serta dengan dukungan audio. Sofware media ini merupakan hasil rekayasa teknologi rekam dalam bentuk pita seloluid CD, hard disk dan media simpan lainnya. Sedangkan untuk pemanfaatannya diperlukan hardware misalnya video player, vcd palyer, CD Room Computer, TV, monitor, multimedia, proyektor dan sebagainya.
Penggunaan media audio visual (video) sebagai bahan ajar, dapat dilakukan dengan dua cara, (1) by utilization, yaitu memanfaatkan produk yang pada awalnya tidak di rancang untuk pembelajaran, (2) by design, yaitu media tersebut dirancang/dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan pembelajaran tertentu sehingga keberadaannya, merupakan bagian integral dari sistem pembelajaran. Fungsi media pada mulanya hanya dikenal sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni memberikan pengalaman visual pada siswa dalam rangka mendorong minat dan motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks. Terkait dengan media pembelajaran ini, Penyuluh Agama Buddha yang berada yang memiliki peran sebagai penyiar/penyampai materi di bidang agama dan pembangunan kepada umat Buddha berkepentingan dalam melayani dan memberikan penyuluhan kepada umat Buddha. Dengan adanya pemanfaatan dan pengembangan media menggunakan teknologi modern diharapkan umat Buddha khususnya remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi dapat memahai materi ajar.
Dengan deskripsi pengembangan bahan ajar untuk remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi dan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada pokok bahasan meditasi tentunya memerlukan bahan pembelajaran yang sesuai. Beberapa bahan pembelajaran yang dijadikan refrensi untuk memberikan penyuluhan kepada remaja Buddhis masih terbatas pada media cetak berupa buku teks dan contoh-contoh program video umum (by utilization). Berdasarkan pada karakteristik penyuluhan saat ini (beragamnya isi kontruksi materi penyuluhan), bahan pembelajaran yang digunakan selama ini dipandang kurang efektif untuk mencapai tujuan penyuluhan, sehingga perlu ditopang dengan adanya bahan ajar yang dirancang khusus (by design) untuk pokok-pokok bahasan tertentu. Dengan asumsi ini ditawarkan pengembangan media audio visual pembelajaran yang memiliki spesifikasi dan diperkirakan dapat mengatasi masalah dalam rangka memberikan penyuluhan pada remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi. Kegiatan pengembangan bahan pembelajaran merupakan salah satu domain dibidang Teknologi Pembelajaran (Seel dan Richcey, 1994:36) termasuk didalamnya adalah pendayagunaan teknologi audio visual sebagai upaya peningkatkan keefektifan, efisiensi, dan daya tarik peserta penyuluha pada remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi.
Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan (media pembelajaran). Dalam arti luas media pembelajaran adalah hasil teknologi yang digunakan sebagai alat pembelajaran agar berhasil guna, efisien dan efektif (Syukur, 2008). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran mempunyai fungsi untuk meningkatkan hasil pembelajaran atau penyuluhan secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan pemahaman remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan minat. Teknologi pendidikan yang direncanakan, dikembangkan dan dimanfaatkan secara baik dan benar akan mampu membantu mengatasi masalah mutu dalam pembelajaran baik secara formal maupun non formal dengan tepat sasaran, hemat waktu, tenaga, biaya dan sumber daya lainnya. Perlu dimasyarakatkan kepada pengelola pendidikan bahwa penggunaan teknologi pendidikan berupa media pembelajaran merupakan usaha untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu pembelajaran.
Pendayagunaan media pembelajaran untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu, minat, dan motivasi remaja Buddha di Jambi. Salah satu media pembelajaran yang cukup efektif dan efisien adalam audio visual, atau berupa VCD pembelajaran (Waldopo, 2008). Sehubungan dengan hal tersebut di atas proses pembelajaran yang diberikan dapat lebih memberikan pengalaman yang berarti bagi remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi, sehinga perubahan perilaku dalam kawasan kognitif, afektif atau psikomotorik yang dirumuskan pembelajaran dapat dicapai secara optimal (Winkel, 1987).
Selanjutnya dengan berbagai pertimbangan keterbatasan serta bertolak pada harapan akhir materi penyuluhan meditasi, bahwa penyuluh agama Buddha di Jambi harus menghasilkan produk berupa naskah dan program audio visual (video), maka pengembangan ini mengarah pada pokok bahasan “Media audio visual (suara dan gambar meditasi)”. Alasan pemilihan pokok bahasan ini adalah (1) pokok bahasan tersebut adalah terkait dengan program penyuluh agama Buddha di Departemen Agama Provinsi Jambi, (2) dalam rangka meningkatkan minat remaja Buddhis ada materi meditasi, (3) meditasi sangat penting diberikan kepada remaja Buddhis dalam rangka menghadapi era globalisasi, 4) Mengingat usia remaja adalah usia yang masih belum menentukan jati dirinya sehingga masa ini sangat labil sehingga mereka membutuhkan pembelajaran meditasi agar tidak salah arah.
Dari uraian di atas guna mewujudkan tujuan program penyuluh agama Buddha yang sesuai dengan petunjuk jabatan fungsional Penyuluh Agama maka dari itu penyuluh agama Buddha memerlukan jalan keluar pemecahannya yaitu dengan mengembangkan bahan pembelajaran Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengajukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Media Audio Visual Terhadap Minat Meditasi Pada Remaja Buddis di Vihara Amrta Jambi ”.
1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana pengembangan media audio visual terhadap minat Meditasi pada Remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi?
2) Bagaimana pengembangan produk bahan pembelajaran yang dirancang khusus (by desigh) untuk penyuluhan berupa media audio visual (video) berserta bahan penyertanya, dengan harapan dapat membantu meningkatkan meditasi pada remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi?
1.3 Tujuan Pengembangan Media Audio Visual
Pengembangan media audio visual bagi remaja agama Buddha di Departeman Agama Provinsi Jambi bertujuan menghasilkan bahan pembelajaran berupa media audio visual pembelajaran yang di desain secara khusus untuk mempermudah penyuluh dalam menjelaskan meditasi dan mempermudah peserta penyuluhan dalam memahami meditasi sehingga tercapainya tujuan penyuluhan.
1.4 Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk pengembangan media audio visual berupa video meditasi Buddhis. Pengembangan produk tersebut dirancang khusus (by desigh) guna melengkapi bahan ajar yang belum memadahi. Video ini dirancang selengkap mungkin dengan mempertimbangkan unsur-unsur dan panduan pelaksanaan meditasi sehingga mudah untuk dipelajari dan dipraktikkan.
1.4.1 Media Audio Visual
Produk bahan ajar media audio visual berupa rekaman audio visual dengan format fisik Video Compact Disc (VCD), dengan masa putar atau durasi 15 Menit. Isi pesan pembelajaran diungkapkan melalui visualisasi disertai dukungan suara. Program media audio visual ini membahasa meditasi. Penyajian terbagi atas beberapa sequence, dimulai dari pembuka – inti – pesan/materi – dan penutup/simpulan.
Karakteristik media audio visual dengan format VCD ini dipilih sebagai bahan pembelajaran didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
a) Rekaman audio visual mampu menampilkan objek mendekati kenyataan sebenarnya sehingga diharapkan memberikan pengalaman pembelajaran bagi remaja Buddhis di Vihara Amerta Jambi yang lebih kongkrit dan lebih permanen.
b) Rekaman audi visual mampu “mendatangkan” objek yang secara alami relatif sulit dilakukan.
c) Rekaman audio visual dengan format VCD, relatif mudah untuk disimpan, diperbanyak/digandakan dan dimanfaatkan dengan dukungan alat pemutar (player) dan monitor TV yang mudah terjangkau.
1.4.2 Bahan Penyerta
Mengingat media audio visual merupakan bahan utama yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan maka untuk memahami media terebut memerlukan baha penyerta. Bahan penyerta yang dimaksudkan berbentuk media cetak, yaitu (1) modul/ buku panduan yang berisi panduan kegiatan pembelajaran dalam rangka penyuluhan remaja Buddhis di ViharaAmrta Jambi (dengan jabaran isi pokok bahasan meditasi), (2) buku panduan penyuluhan yang berisi meditasi. Hal ini akan dikansudkan untuk mempermudah remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi dalam memahami dan melaksanakan meditasi.
1.5 Pentingnya dan Manfaat Pengembangan
Pengembangan media audio visual meditasi ini diharapkan mengatasi kesenjangan antara kondisi ideal dan riil, serta memberikan kemudahan bagi remaja Buddhis untuk melakukan meditasi, dan membangkitkan minat remaja Buddhis Jambi untuk bermeditasi.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian pengembangan bahan ajar ini adalah:
1) Tersedianya bahan pembelajaran yang dirancang secara spesifik memberikan gambaran nyata untuk membantu remaja Buddhis dalam melakukan meditasi, sehingga meningkatkan keefektifan dan efisiensi pembelajaran/ penyuluhan.
2) Dengan isi pesan dalam media audio visual standart akan memberikan bekal pada penyuluh agama Budda di lingkungan Departemen Agama Buddha.
3) Memberikan dasar dalam mengapresiasi teknologi pendidikan.
1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.6.1 Asumsi
1) Di dalam struktur program penyuluh agama Buddha di Jambi tercapainya pembelajaran/ penyuluhan yang dapat menunjang kompetensi dan minat meditasi remaja Buddhis Jambi.
2) Tersedianya bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan penyuluhan agama Buddha khususnya remaja Buddhis Jambi.
3) Dengan digunakan media audio visual pembelajaran yang dirancang (by design) sebagai bahan integral dalam pembelajaran terhadap minat meditasi, diharapkan dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi pembelajaran, di sisi lain sebagai upaya peningkatan kualitas penyuluhan, sekaligus meningkatkan daya tarik dalam penyuluhan.
1.6.2 Keterbatasan
1) Pengembangan bahan ajar bermedia audio visual ini hanya menghasilkan 1 (satu) media audio visual pembelajaran meditasi.
2) Meski dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan multi media/ teknologi pendidikan/ penyuluhan/ pelatihan, namun perlu disesuaikan dengan karakteristik multimedia.
1.7 Definisi Istilah
1.7.1 Pengembangan
Seels dan Richey (1994:34) mendefinisikan pengembangan sebagai proses menterjemahkan spesifikasi desain ke dalam suatu wujud fisik tertentu. Proses terjemahan spesifikasi disain dimaksud mencakup; identifikasi masalah, perumusan tujuan pembelajaran/ penyuluhan, pengembangan strategi dan bahan serta evaluasi keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran.
1.7.2 Media Audio Visual
Media audio visual merupakan paket bahan pembelajaran dengan wujud fisik VCD berisi bahan ajar “meditasi” dalam bentuk cetak yang dirancang dengan by design sebagai bagian integral untuk mencapai tujuan penyuluhan/ pembelajaran.
1.7.3 Materi Meditasi
Materi meditasi pada remaja Buddhis di Jambi merupakan materi yang harus diberikan guna untuk meningkatkan minat meditasi. Meditasi merupakan wahana atau sarana untuk meningkatkan kecerdasan. Meditasi yang diajarkan pada merupakan proses untuk melahirkan kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotience adalah suatu kecerdasan dengan mana seseorang dapat menyelesaikan suatu masalah-masalah hidup berdasarkan makna dan nilai. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif baik kecerdasan intelektual (Intellectual Quotience) maupun kecerdasan emosional (Emotional Quotience). Kecerdasan spiritual memberikan suatu wawasan yang lebih luas, sehingga sebuah persoalan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
1.8 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pengembangan, manfaat pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya pengembangan, asumsi dan keterbatasan pengembangan, definisi istilah, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka meliputi: penelitian yang relevan, penelitian yang relevan, pengertian pengembangan, pengertian media, pengertian media audio visual, media audio visual pembelajaran, pengembangan Media audio visual, model pengembangan media audio visual, teori belajar, teori belajar yang mendasari pembelajaran, landasan psikologi belajar, sistem pembelajaran, pengertian meditasi Bab III Metode Penelitian meliputi: model pengembangan, prosedur pengembangan, dan uji coba produk. Bab IV Hasil Pengembangan terdiri dari: penyajian hasil uji coba, analisis data, dan revisi produk. Bab V Pembahasan terdiri dari: kajian produk yang telah direvisi, penggunaan produk, dan hasil penggunaan produk. Sedangkan bab VI Penutup terdiri dari: simpulan, saran pemanfaatan, diseminasi, dan pengembangan produk lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang relevan
1. Tesis oleh Rahmah yang berjudul Pengembangan Modul Bermedia Audio Visual Mata Diklat Pembiakan Tanaman Secara Vegetatif untuk Kelas X SMK. Program Pascasarjana Universitas Jambi Tahun 2010. Hasil Pengembangan yang diperoleh modul ini dapat diterapkan pada kelas X SMK dengan bantuan media maka seorang guru dapat dengan mudah menerangkan perkembang biakan vegetatif serta mampu menghasilkan contoh dari tahap pelaksanaan sampai pada tahap akir pembikan.
2. Tesisi oleh Hartono yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Video CD Pembelajaran Ekonomi di SMA Negeri 7 Kota Jambi. Program Pascasarjana Universitas Jambi Tahun 2010. Hasil Penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar yang menggunakan media Video Compact Dist (VCD) pembelajaran dibandingkan dengan hasil belajar yang tidak menggunakan media Video Compact Dist (VCD) pembelajaran secara konvensional. Adanya perbedaan signifikan hasil belajar antara sisiwa yang berpengetahuan tinggi dibanding dengan siswa yang berpengatahuan rendah.
3. Tesis oleh Rani Novita yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual dan Pengetahuan Awal Terhadap Hasil Pembelajaran Ekonomi Siswa. Program Pascasarjana Universitas Jambi Tahun 2010. Dari survey lapangan dalam peneliti pada Bulan Desember tahun 2008 di SMA Negeri 8 Muara Jambi diperoleh data: Hasil belajar pembelajaran ekonomi hampir 60% siswa tidak dapat penjawab pertanyaan. Setelah menggunakan media Audio Visual dalam pembelajaran maka hasilnya sangat signifikan.
2.2 Pengertian Pengembangan
Definisi pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi rancangan ke dalam bentuk fisik (Seels dan Richey, 1994:30). Sementara Richey dan Klein (2007:1) mendefinisikan penelitian desain dan pengembangan (desigh and develompent research). Dalam sebuah studi yang sistematis tentang perancangan, pengembangan dan proses evaluasi memiliki tujuan untuk menentukan dasar empiris bagi pembuatan alat dan produk-produk pembelajaran maupun non-pembelajaran dan memperbaharui dan meningkatkan model-model yang mempengaruhi pengembangannya.
Terdapat dua tahap pengembangan yaitu: utama merancang (desigh) dan kemudian menuangkan rancangan tersebut ke dalam bentuk fisik (development). Untuk memudahkan pengembangan maka peneliti perlu mempertimbangakan bahan yang telah tersedia dengan produk yang akan dikembangkan. Hal ini dimaksudkan agar bentuk fisik desigh hasil rancangan lebih lengkap dan sesuai dengan bahan yang akan disajikan dalam rancangan pengembangan. Apabila rancangan pengembangan yang dihasilkan lebih lengkap maka akan mempermudah peserta penyuluhan dalam menggunakan hasil rancangan tersebut.
Menurut Richey dan Klein (2007:8), desain dan pengembangan sebuah proyek dilakukan dalam empat fase yaitu fase analisis (analysis), fase perancangan/desain (desigh), fase pengembangan (development), dan fase evaluasi (evaluation). Mempelajari fase-fase dalam desain dan pengembangan tersebut maka seorang peneliti perlu membuat analisis kebutuhan peserta pembinaan penyuluhan. Dari hasil analisis tersebut maka peneliti dapan membuat rancangan/desain yang telah diseuaikan dengan kebutuhan peserta pembinaan penyuluhan. Setelah menentukan rancangan maka peneliti perlu menetapkan tujuan pengembangan. Penetapan tujuan ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan lebih bermutu dari pada sebelum didesain.
2.3 Pengertian Media
Kata ‘media’ berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata ‘medium’ yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Djamarah (1997: 136). Sedangkan menurut Hamalik (1989: 124) media pendidikan adalah cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan.
Media pendidikan merupakan alat bantu yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara siswa/peserta penyuluhan dengan guru/penyuluh. Adapun yang termasuk ke dalam media pendidikan yaitu gambar-gambar, diagram yang berhubungan dengan pembelajaran. Guru/penyuluh sebagai tenaga pendidik hendaknya mampu memilih media yang tepat dalam proses pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup dalam memilih media dan sesuai dengan materi pelajaran akan menciptakan komunikasi yang seimbang antara siswa dengan guru. Pengetahuan tersebut menurut Oemar Hamalik (1985: 16), dikutip Anawir dan Usman (2002: 18), yaitu:
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan tujuan pendidikan mengajar;
2. Media berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan;
3. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar;
4. Hubungan antara metode mengajar dengan media pendidikan;
5. Nilai dan manfaat media pendidikan;
6. Memilih dan menggunakan media pendidikan;
7. Mengetahui berbagai jenis alat dan tehnik media pendidikan;
8. Mengetahui penggunaan media pendidikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan;
9. Melakukan usaha-usaha inovasi dalam media pendidikan.
Encyclopia of Educational Research dalam Hamalik (1994: 15) merincikan manfaat media pendidikan, sebagai berikut:
1. Meletakan dasar-dasar yang konkrit dan berfikir; oleh karena itu mengurangi verbalisme;
2. Memperbesar perhatian siswa;
3. Meletakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap;
4. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa;
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinue terutama melalui gambar hidup;
6. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa;
7. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar (Azhar Arsyad (2005: 25).
2.3.1 Pengertian Media Audio Visual
Dalam bidang komunikasi, istilah media sering disebut dengan sebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat. Televisi dan radio adalah contoh media yang paling sukses menjadi pendorong perubahan. Audio-visual juga dapat menjadi media komunikasi. Penyebutan audio-visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio-visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi.
Sebagai media dokumentasi, media mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio-visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, media pembelajaran adalah contoh media audio-visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Media dokumentasi sering menjadi salah satu elemen dari media komunikasi. Karena melibatkan banyak elemen media, maka produk audio-visual yang diperuntukkan sebagai media komunikasi kini sering disebut sebagai multimedia.
Pada masyarakat yang masih terbelakang (belum berbudaya baca-tulis) elemen-elemen multimedia tidak seluruhnya secara optimal menunjang komunikasi. Masyarakat terbelakang hanya mengenal gambar dan suara. Pada masyarakat modern seluruh elemen multimedia menjadi sangat vital dalam membangun kesatuan dan memperkaya informasi. Suara, teks, gambar statis, animasi dan video harus diperhitungkan sedemikian rupa penampilannya, sehingga dapat menyajikan informasi yang sesuai dengan ciri khas masyarakat modern yakni efektif dan efisien. Untuk kepentingan efektifitas dan efisiensi inilah kemudian muncul istilah multimedia yang bersifat infotainment (informatif sekaligus menghibur) dan multilayer (beberapa lapis tampil pada saat yang sama). Saat menyaksikan tayangan TV masyarakat telah terbiasa melihat sinetron sambil mencermati tambahan berita dalam bentuk teks yang bergerak di bagian bawah layar TV, dan sesekali melirik logo perusahaan TV di pojok atas.
Penggunaan media audio visual dalam kegiatan belajar mengajar melibatkan indera pendengaran dan penglihatan. Menurut Arsyad (2005: 30) pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunakan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Pemahaman yang dipakai melalui audio-visual merupakan cara yang tepat digunakan di kelas, karena penggunaannya media ini memecahkan aspek verbalisme pada diri siswa.
2.3.2 Media Audio Visual Pembelajaran
Media merupakan salah satu bentuk nara sumber belajar/ komponen sistem intruksional yaitu berupa bahan. Hal ini seperti tercantum dalam kawasan Teknologi Pendidikan/ Instruktisional (AECT, 1977). Pada paradigma tahun 1994 Seels dan Richey (1994:36) menjelaskan media audi visual termasuk pada “audio visual technologis”. Media audiovisual merupakan jenis media pandang-dengar yang menampilkan informasi dalam bentuk “moving image” (citra bergerak). Menurut UNESCO (dalam Dewan Film Nasional, 1981:9) dinyatakan bahwa segala bentuk rekaman pada bahan baku pita, piringan dan sebagainya, dengan atau tanpa suara, yang apabila diproyeksikan kembali memberikan kesan “gambar hidup” yang disajikan melalui aplikasi teknologi video.
Media video sering disepadankan dengan media televisi (TV), persamaannya adalah: 1) keduanya merupakan jenis media pandang dengar dengan ciri gambar “moving images, 2) untuk memanfaatkan media ini memerlukan monitor termasuk pesawat TV dapat digunakan sebagai monitor. Sedangkan perbedaannya pada media video; sofware (program) dapat dihentikan, diperlambat maupun dipercepat, dan diputar ulang. Media televisi menyajikan proses siaran (on air) dengan teknologi transmisi. The World Book Encyclopedia. 1984 (dalam Endang S. 1997:2) mendefinisikan televisi berasal dari kata Yunani Tele yang berarti jauh dan bahasa Latin Videre yang berarti melihat. Maka televsi berarti melihat jarak jauh. Gambar dan suara yang diterima pesawat televisi yang dipancarkan dari jarak jauh, yaitu dari stasiun televisi dalam bentuk signal-signal elektronik yang disebut gelombang-gelombang elektro magnetik yang kemudian oleh pesawat penerima televisi (receivier) diubah menjadi gambar dan suara. Kehadiran media video dapat digunakan untuk tujuan komersial, hiburan, pendidikan, serta pembelajaran. Pada penggunaan pembelajaran, maka media video merupakan bagian integral dari sistim pembelajaran, sehingga media ini disebut media audio visual pembelajaran.
2.3.3 Pengertian Media Audio Visual
Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunikasi, istilah media yang sering disebut dengan sebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat. Televisi dan radio adalah contoh media yang paling sukses menjadi pendorong perubahan. Audio-visual juga dapat menjadi media komunikasi. Penyebutan audio-visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audiovisual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio-visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio-visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, media pembelajaran adalah contoh media audio-visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Media dokumentasi sering menjadi salah satu elemen dari media komunikasi. Karena melibatkan banyak elemen media, maka produk audio-visual yang diperuntukkan sebagai media komunikasi kini sering disebut sebagai multimedia.
Pada masyarakat yang masih terbelakang (belum berbudaya baca-tulis) elemen-elemen multimedia tidak seluruhnya secara optimal menunjang komunikasi. Masyarakat terbelakang hanya mengenal gambar dan suara. Pada masyarakat modern seluruh elemen multimedia menjadi sangat vital dalam membangun kesatuan dan memperkaya informasi. Suara, teks, gambar statis, animasi dan video harus diperhitungkan sedemikian rupa penampilannya, sehingga dapat menyajikan informasi yang sesuai dengan ciri khas masyarakat modern yakni efektif dan efisien. Untuk kepentingan efektifitas dan efisiensi inilah kemudian muncul istilah multimedia yang bersifat infotainment (informatif sekaligus menghibur) dan multilayer (beberapa lapis tampil pada saat yang sama). Saat menyaksikan tayangan TV masyarakat telah terbiasa melihat sinetron sambil mencermati tambahan berita dalam bentuk teks yang bergerak di bagian bawah layar TV, dan sesekali melirik logo perusahaan TV di pojok atas.
Kata ‘media’ berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata ‘medium’ yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Djamarah (1997: 136). Sedangkan menurut Hamalik (1989: 124) media pendidikan adalah cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan. Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting.
Hal ini dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta kreatifitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa langsung oleh siswa melalui sel saraf dan dibawa ke otak. Dari situlah siswa mulai bergerak dengan cara menanyakan sesuatu yang dipahami, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran mulai efektif. Menurut Team IKIP Surabaya (1989: 83) alat-alat peraga sebagai pembantu dalam mengajar efektif dalam garis besarnya memiliki faedah atau nilai-nilai berikut:
1. Menambah kegiatan belajar siswa;
2. Mengemas waktu belajar (ekonomis);
3. Menambah keadaan permanen dari hari belajar;
4. Menambah anak-anak ketinggalan dalam pelajarannya;
5. Memberikan alasan yang sewajarnya untuk belajar dengan membangkitkan minat, motivasi membaca dengan sendiri dan turut serta dalam keaktifan-keaktifan di kelas.
Media pendidikan merupakan alat bantu yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara siswa dengan guru. Adapun yang termasuk ke dalam media pendidikan yaitu gambar-gambar, diagram yang berhubungan dengan pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik hendaknya mampu memilih media yang tepat dalam proses pengajaran. Pengatahuan dan pemahaman yang cukup dalam memilih media, yang sesuai materi pelajaran akan menciptakan komunikasi yang seimbang antara siswa dengan guru. Pengetahuan tersebut menurut Oemar Hamalik (1985: 16), dikutip Anawir dan Usman (2002: 18), yaitu:
1) Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan tujuan pendidikan mengajar;
2) Media berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan;
3) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar;
4) Hubungan antara metode mengajar dengan media pendidikan;
5) Nilai dan manfaat media pendidikan;
6) Memilih dan menggunakan media pendidikan;
7) Mengetahui berbagai jenis alat dan tehnik media pendidikan;
8) Mengetahui penggunaan media pendidikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan;
9) Melakukan usaha-usaha inovasi dalam media pendidikan;
Media sebagai alat bantu dalam mengajar, peranannya cukup penting apabila guru memanfaatkannya dalam proses pembelajaran. Akan timbul berbagai pertanyaan mengenai manfaat media. Yaitu media apa yang dimanfaatkan oleh guru?, kapan, dimana dan bagaimana media itu dimanfaatkan?.
Encyclopia of Educational Research dalam Hamalik (1994: 15) merincikan manfaat media pendidikan, sebagai berikut:
1) Meletakan dasar-dasar yang konkrit dan berfikir; oleh karena itu mengurangi verbalisme;
2) Memperbesar perhatian siswa;
3) Meletakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap;
4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa;
5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu terutama melalui gambar hidup;
6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa;
7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar (Azhar Arsyad (2005: 25).
2.3.4 Pengembangan Media Audio Visual
Seels dan Richey (1994:1) mendefinisikan Teknologi pembelajaran (Instructional technology) sebagai “theory and practice of design, development, utilization, management, and evaluation of prcesses and resources for learning”. Dari definisi tersebut pengembangan merupakan salah satu domain teknologi pembelajaran. Pengembbangan (development) merupakan proses penterjemahan spesifikasi rancangan menjadi bentuk fisik. Seels dan Richey (1994:35) mendeskripsikan pengembangan sebagai (1) pesan yang terkandung di dalam isi, (2) strategi pembelajaran yang mengandalkan teori, (3) perwujudan dari teknologi berupa perangkat keras, perangkat lunak dan bahan-bahan media pembelajaran.
Terkait dengan pengembangan, Miarso (2004:419) mengemukakan bahwa bila dikaji secara empirik, pengembangan adalah cara yang dilakukan dengan menciptakan suatu model terbatas yang diawasi secar cermat terlebih dahulu. Strategi ini memang mempunyai landasan ilmiah yang lebih mantap karena berbagai komponen pengembangan dicobakan, dinilai, dan disempurnakan.
Pengembangan salah satu domain Teknolog Pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi (1) teknologi cetak, (2) teknologi audio visual, (3) teknologi berbasisi komputer, (4) dan teknologi terpadu. Teknologi audio visual merupakan teknologi cara memproduksi atau menyampaikan bahan-bahan dengan menggunakan mesin-mesin mekanis atau elektronik untuk menyajikan pesan-pesan auditori maupun visual (Seels dan Richey, 1994:36). Salah satu bentuk media teknologi audio visual adalah media video. Sebagai medium (saluran) komunikasi, dalam penerimaan isi pesan melibatkan indra penghlihatan (unsur gambar bergerak) dan indra pendengaran (suara).
2.3.4 Model Pengembangan Media Audio Visual Pembelajaran
Produk pengembangan media dapat dikatakan sebagai media pembelajaran apabila media tersebut dirancang berdasar tujuan-tujuan pembelajaran tertentu sehingga keberadaannya merupakan bagian integral dari sistim pembelajaran. Pengembangan media/bahan pembelajaran adalah proses penterjemahan spesifikasi disain pembelajaran menjadi wujud fisik berupa media yang tersaji dalam satu atau beberapa media. Dengan kata lain pengembangan media pembelajaran terkait dengan model disain yang digunakan dalam pembelajaran. Salah satu model rancangan pembelajaran dikemukan disini yaitu model rancangan pembelajaran Dick dan Carey (1990). Model ini merupakan salah satu model pembelajaran yang berfokus pada sistem pembelajaran dan memberikan tekanan pada pengembangan bahan pembelajaran (Gustafon, 1996:29). Munandir (1987:5) memberikan gambaran Model Dick and Carey untuk merancang pembelajaran seperti diagram berikut ini.
Bagan 2.1 Model Pengembangan Pembelajaran Dick & Carey
1. Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran
2. Mengadakan analisis pembelajaran
3. Mengidentifikasi karakteristik kemampuan awal
4. Merumuskan tujuan khusus pembelajaran
5. Mengembangkan tes beracuan patokan
6. Mengembangkan strategi pembelajaran
7. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran
8. Merancang dan mengadakan evaluasi formatif
9. Merevisi pembelajaran
10. Merancang dan mengadakan evaluatif sumatif
Dari diagram tersebut di atas, langkah pada nomor 7 (tujuh) merupakan langkah yang terkait langsung dengan media pembelajaran. Pada langkah tersebut Dick & Carey hanya menguraikan secara global dalam mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran. Oleh karena itu, untuk melengkapi langkah ke-7 di atas, prosedur/proses produksi media tertentu secara spesifik diperlukan proses produksi sesuai dengan karakteristik media yang dikembangkan.
1.3.5 Langkah-langkah Pemilihan Media yang tepat
Beberapa prinsip perlu diperhatikan agar media dapat dipergunakan secara maksimal, efektif dan efisien. Rahardjo (1988) menyebutkan beberapa prinsip dalam pemilihan media yang tepat, yaitu :
- Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media, untuk siapa, dipakai dimana, keperluan apa dan lain sebagaina.
- Familiaritas media, pengguna media harus mengenal sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih.
- Media pembanding, hal ini diperlukan untuk memberikan alternatif pertimbangan dalam rangka mengambil kepurusan yang tepat tentang media ang akan dipergunakan,
- Adanya norma atau patokan yang akan dipakai dan dikenakan pada proses pemilihan.
Erickson dan Curl dalam Rudi Susilana (2007) mengembangkan kriteria pemilihan dalam bentuk beberapa pertanyan, yaitu sebagai berikut :
- Apakah materinya penting dan berguna bagi siswa ?
- Apakah dapat menarik minat siswa untuk belajar ?
- Apakah ada kaitan yang mengena dan langsung dengan tujuan khusus yang hendak dicapai ?
- Bagaimana format penyajiannya diatur? Apakah memenuhi sekuens atau tata urutan belajar yang logis ?
- Apakah materi yang disajikannya mutakhir dan otentik ?
- Apakah konsep dan faktanya terjamin kecermatannya ?
- Apakah isi dan presentasinya memenuhi standar ?
- Apakah penyajiannya objektif dan tidak mengandung unsur propaganda dan sebagainya?
- Apakah memenuhi standar kualitas teknis ? (Gambar, Narasi, Efek, Warna, dan sebagainya)
- Apakah struktur materinya direncanakan dengan baik oleh produsennya ?
- Apakah sudah dimantapkan melalui proses uji coba atau validasi ? Oleh siapa, kondisinya, karakteristik sasarannya, dan sejauh mana hal tersebut berhasil ?
Pemilihan media yang tepat dimaksudkan agar dalam pembuatan media dengan materi meditasi dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Hal ini perlu mempertimbangkan status identitas (cici-ciri) perkembangan remaja. James Marcia (dalam Slavin (2008: 117), menurut hasil wawancaranya dengan remaja, terdapat empat status identitas remaja, yaitu:
1. Penutupan diri: Orang-orang dalam keadaan penutupan diri (foreclosure) belum pernah mengalami krisis identitas;
2. Defusi Identitas: Remaja yang mengalami defuse identitas belum menemukan arah pekerjaan maupun komitmen idiologi sejenis apapun, dan mereka hanya melakukan sedikit kemajuan kearah ini;
3. Moratorium: Remaja dalam keadaan moratorium adalah orang-orang yang telah mutlak bereksperimen dengan pilihan-pilihan pekerjaan dan idiologis, tetapi masih belum membuat komitmen yang didefinisikan terhadap keduanya.
4. Pencapaian Identilas: Pencapaian identitas menandakan keadaan konsolidasi identitas di mana remaja telah mengambil keputusan mereka sendiri dengan sadar dan jelas tentang pekerjaan dan idiologi.
Mempertimbangkan ciri-ciri perkembangan remaja dan pemilihan media yang tepat maka penyuluh dapat menggunakan media tersebut dalam system pembelajaran/penyuluhan dengan memasukkan ranah koknitif, afektif dan psikomotor. Kehadiran media yang disajikan melalui desain yang lengkap maka peserta dengan melihat media audio visual tersebut, mereka mampu mengingat dengan baik tahap-tahap pelaksanaan meditasi. Dengan ingatannya tersebut, remaja mampu mempraktikkan/menerapkan sendiri meditasi sesuai dengan apa yang telah ditanyangkan. Dengan demikian dua sanah yang telah terlibat dalam pembelajaran bermedia tersebut mampu mengontrol tingkahlaku siswa.
2.3 Teori Belajar
Teori belajar yang akan dijelaskan di sini adalah teori belajar aliran secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat aliran, yaitu aliran: behavioristik, kognitif, humanistik dan sibernetik. Berikut ini hanya beberapa pendapat dari tokoh behavioristik. Menurut aliran behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dan respon akan menghasilkan reaksi yang berbeda.
Torndike (1989;62) yang merupakan salah satu tokoh aliran tingkah laku mendefinisikan belajar, bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan perubahan tingkah laku itu bisa berwujud konkrit atau tidak konkrit. http://id.wikipedia.org/wiki/Multimedia. Namun demikian torndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur perubahan tingkal laku tersebut dalam bentuk kongkrit atau tidak konkrit. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000). Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). http://id.wikipedia.org/wiki/Multimedia. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Menurut Watson, pelopor behavioristik yang sesudah Torndike, memberikan penegasan bahwa stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau di opservasi. Disini Wantson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
lark Hull yang juga menganut aliran ini, menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar, namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. http:///C:/Users/compaq/ Documents/unduh/Teori_Belajar_Behavioristik.htm. Menurut pendapat Hull, berpendapat, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Oleh karena itu stimulus dorongan dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991). http:///C:/Users/compaq/ Documents/unduh/Teori_Belajar_Behavioristik.
Aliran kedua yang juga sangat penting adalah aliran koknitif. Tokoh- tokoh dalam aliran kognitif antara lain Bruner dan Ausubel. Salah satu teori yang diusulkan oleh Bruner adalah teori Free discovery learning (penemuan belajar sendiri) Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik apabila pembelajar memberi kesempatan kepada pebelajar untuk menemukan sendiri sebuah konsep, teori, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumber.
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian (dalam Dahar,1988 :142) ada dua jenis belajar: belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar-ausubel/).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakma terjadi bila pebelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh, peserta penyuluhan remaja Buddhis di Vihara Amrta Jambi yang telah diajarkan teori meditasi sebelumnya, maka ketika mengadakan praktik meditasi menggunakan media, remaja tersebut mengeratui langkah-langkah yang harus diikuti hanya dengan melihat apa yang disajikan di media tersebut. Dengan demikian pelajaran menjadi bermakna Tetapi, apabila konsep sebelumnya tidak cocok dengan fenomena baru maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Cotohnya: penyuluh membelajarkan praktik meditasi dengan media, walaupun ada audio (suara) dan visual (gambar) yang dapat memandu mereka, tetapi karena sembelumnya siswa/peserta penyuluhan tersebut tidak mempunyai konsep tentang meditasi atau belum diajarkan teori meditasi maka mereka tidak dapat mengikuti apa yang disajikan melalui media tersebut. Oleh karena itu gambar dan suara itu tidak ada artinya bagi mereka, sehingga pelajaran menjadi tidak bermakna, untuk menjadi bermakna mereka barus menghafal teori meditasi terlebih dahulu.
Aliran ketiga adalah teori belajar humanistik. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yaitu : proses cara memperoleh informasi baru dan personalia informasi ini pada individu. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
- Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald (1904-1967) mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar/. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak menyukai pelajaran kimia bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan atau terpaksa kerena mereka merasa tidak ada alasan penting untuk mempelajarinya.
- Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar/. Disini Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Namun demikian, dalam diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan sesuatu yang akan terjadi. Akan tetapi, di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah yang lebih baik, dari sini kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima dirinya sendiri.
- Carl Rogers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar