Melirik Seni
Pertunjukkan Teater Jambi
Oleh:
Bambang Setiawan
Teater adalah gedung pertunjukkan (KBBI). Jauh
sebelum teater berkembang, mulanya adalah dikenal dengan drama. Dramoi, yang
artinya menirukan. Menurut Cokroatmojo (1985:12) dama adalah perbuatan atau
gerak. Dalam perkembangannya drama juga disebut sebagai sandiwara, yang artinya
pertunjukkan cerita yang dimainkan oleh orang (Sumardjo, 1992:235).
Di Indonesia drama awalnya merupakan
kegiatan untuk ritual keagamaan (Oemarjati, 1971;15). Di Indonesia ritual ini
dilakukan dalam pembacaan mantera-mantera. Dengan demikian perkembangan drama
lebih erat dengan keadaan masyarakatnya. Perkembangan masyarakat yang semakin
maju membuat pekembangan drama semakin maju, juga. Dengan perkembangannya ini
di drama kemudian dikenal dengan bentuk teater, maksudnya adalah pertujukkan
gerak atau perbuatan yang dilakukan seorang dalam gedung atau pertunjukkan.
Pada dasarnya pertunjukkan teater menggambarkan kehidupan dan watak melalui
tingkah laku, atau dengan dialog yang dipentaskan, cerita kisah, terutama yang
melibatkan konflik atau emosi.
Lalu bagaiman peta seni pertunjukkan
teater di Jambi? Kalaupun ada, berapa banyak sih yang suka teater itu! Atau
berapa banyak sih pengamat teater di Jambi itu! Atau kalaupun ada pertanyaan
‘konyol’ siapa sih pengamat atau kritikus yang tidak pernah mencoba berteater?
Tentunya mereka pernah berteater, seperti Yupnical, Ari Setya Ardi, Edi
Mulyadi, Sudaryono, Nanang Sunaryo, Ide Bagus Putra, Budi V, Muhammad H (Cegu),
Suardyman dan masih banyak lagi. Lalu apa benar kelompok atau group teater
mereka tinggal papan nama …saja!
Mungkin ‘pertanyaan’ ini dapat
dijadikan perbadingan. Ketika saya ngobrol tentang puisi bersama rekan guru
saya, spontanitas saya mengawali pertanyaan; masihkah menulis puisi? Hal senada
bisa juga dipertanyakan kepada komunitas teater. Masih adakah spirit seni
teater di Jambi?
Teman saya menjawab “so what gitu
lho”. Namun demikian saya bangga melihat drama yang diproduksi oleh komunitas
teater Jambi, yang belum lama ini di tanyangkan televisi Jambi di sore hari.
Ternyata pementasan drama dengan tokoh
yang tidak asing lagi ‘Suardy’ dan ‘Nanang’ itu beberapa kali di
tayangkan TVRI Jambi. Hal ini sudah menunjukkan spriti dan pasar teater masa
depan.
Kalau melihat sejarah teater, tentu
saja berlaku untuk hukum sekarang, dimana dalam membangkitkan teater sekarang,
tidak dapat dilepaskan dari akar tradisinya. Sebuah kisah yang sangat menarik
..”Juleha” yang di sekolahkan ke luar negeri yaitu di Jepang ternyata pada kenyataannya
...tak seperti yang diharapkan kedua orang tuanya. Ternyata kehidupan
masyarakat sangat berpengaruh terhadap kesiapan dan perkembangan mental
(psikologis) seseorang.
Dengan demikian penulis setuju jika penggarapan teater ke depan, mempunyai
spirit yang sesuai dengan kehidupan teater, yang menjunjung tinggi akan
nilai-nilai social, kebersamaan dan kegotong-royongan. Minimal aktivitas mereka
mampu memberikan kontribusi bagi kehidupan seni teater di Jambi. Saya kira ke
depan komunitas teater di Jambi seperti; Komsat Cindaku, Tonggak, dan komunitas
yang lainnya akan secara bergantian mempresentasikan karya kualitatifnya yang
dapat dibanggakan kepada masyarakat publik.
Bagaimana memberikan penawar yang
‘manjur’ agar masyarakat Jambi dapat dan mampu memahami perkembangan teater.
Arus teknologi atau perkembangan teknologi juga dapat mempengaruhi perkembangan
teater masa depan. Mengapa demikian? Dunia sinetron yang semakin maju akan
menawarkan berbagai pertunjukkan yang menarik penonton. Apalagi dengan kehadiran
TV Swasta dengan jam tayang yang begitu banyak (bahkan 24 jam) dengan berbagai
acara yang menarik, membuat masyarakat publik mulai meninggalkan dunia teater.
Selain itu banyaknya rental playstation, dan rental vcd yang lagi ‘ngetrend’
sangat berpengaruh terhadap generasi muda. Padahal generasi muda inilah yang
seharusnya dapat melestarikan teater daerah di Jambi. Perkembangan yang
demikian akan membawa luntur teater Jambi, maka dari itu kepada semua kritikus,
atau pengamat sastra sudah saatnya mencaro solusi dan strategi untuk memajukan
perteateran di Jambi.
Perkembangan teater Jambi seperti,
Oranye, AIR kemungkinan dapat dijadikan contoh. Keberhasilan teater tersebut
tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak langkah taktis dan strategis,
serta langkah cerdas yang harus mereka pelajari, dipahami dan diaplikasikan di
dalam menyikapi pasar seni khususnya dalam perteateran.
Tanpa disadari atau tidak sebenarnya
Jambi cukup kompeten dalam perkembangan teater dengna memanfaatkan teknologi
yang ada. Salah satunya adalah komunitas “teater Oranye” yang beberapa kali
mengisi ruang TVRI juga membuat sebuah drama pendek yang belum lama ini
disiarkan. Sebuah kisah tentang Ulang tahun perkawinan. Dalam kehidupan memang
factor lingkungan sangat berpengaruh. Selain perkembangan teater, ternyata juga
diwarnai dengan perkembagan perpuisian. Belum lama ini juga TVRI Jambi
selalu menyiarkan pembacaan puisi oleh
sastrawan Jambi.
Semoga sekelumit pemikiran ini menjadi
bahan renungan bagi insan teater di Jambi dalam upaya menggali, menjaga, serta
menumbuhkembangkan secara bertahap terhadap spirit seni teater Jambi, dalam
langkah ke depan untuk menyiapkan produksi teater yang lebih baik.
Penulis adalah alumnus PBS-Prodi Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP Universitas Jambi, Wakil Kepala Sekolah dan staf pengajar di
SMP/SMK/SMA Pelita Raya Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar