Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Jumat, 18 November 2011

Esai Kritik Sastra


Melirik Seni Pertunjukkan Teater Jambi
Oleh: Bambang Setiawan

Teater adalah gedung pertunjukkan (KBBI). Jauh sebelum teater berkembang, mulanya adalah dikenal dengan drama. Dramoi, yang artinya menirukan. Menurut Cokroatmojo (1985:12) dama adalah perbuatan atau gerak. Dalam perkembangannya drama juga disebut sebagai sandiwara, yang artinya pertunjukkan cerita yang dimainkan oleh orang (Sumardjo, 1992:235).
Di Indonesia drama awalnya merupakan kegiatan untuk ritual keagamaan (Oemarjati, 1971;15). Di Indonesia ritual ini dilakukan dalam pembacaan mantera-mantera. Dengan demikian perkembangan drama lebih erat dengan keadaan masyarakatnya. Perkembangan masyarakat yang semakin maju membuat pekembangan drama semakin maju, juga. Dengan perkembangannya ini di drama kemudian dikenal dengan bentuk teater, maksudnya adalah pertujukkan gerak atau perbuatan yang dilakukan seorang dalam gedung atau pertunjukkan. Pada dasarnya pertunjukkan teater menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku, atau dengan dialog yang dipentaskan, cerita kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi.
Lalu bagaiman peta seni pertunjukkan teater di Jambi? Kalaupun ada, berapa banyak sih yang suka teater itu! Atau berapa banyak sih pengamat teater di Jambi itu! Atau kalaupun ada pertanyaan ‘konyol’ siapa sih pengamat atau kritikus yang tidak pernah mencoba berteater? Tentunya mereka pernah berteater, seperti Yupnical, Ari Setya Ardi, Edi Mulyadi, Sudaryono, Nanang Sunaryo, Ide Bagus Putra, Budi V, Muhammad H (Cegu), Suardyman dan masih banyak lagi. Lalu apa benar kelompok atau group teater mereka tinggal papan nama …saja!
Mungkin ‘pertanyaan’ ini dapat dijadikan perbadingan. Ketika saya ngobrol tentang puisi bersama rekan guru saya, spontanitas saya mengawali pertanyaan; masihkah menulis puisi? Hal senada bisa juga dipertanyakan kepada komunitas teater. Masih adakah spirit seni teater di Jambi?
Teman saya menjawab “so what gitu lho”. Namun demikian saya bangga melihat drama yang diproduksi oleh komunitas teater Jambi, yang belum lama ini di tanyangkan televisi Jambi di sore hari. Ternyata pementasan drama dengan tokoh  yang tidak asing lagi ‘Suardy’ dan ‘Nanang’ itu beberapa kali di tayangkan TVRI Jambi. Hal ini sudah menunjukkan spriti dan pasar teater masa depan.
Kalau melihat sejarah teater, tentu saja berlaku untuk hukum sekarang, dimana dalam membangkitkan teater sekarang, tidak dapat dilepaskan dari akar tradisinya. Sebuah kisah yang sangat menarik ..”Juleha” yang di sekolahkan ke luar negeri yaitu di Jepang ternyata pada kenyataannya ...tak seperti yang diharapkan kedua orang tuanya. Ternyata kehidupan masyarakat sangat berpengaruh terhadap kesiapan dan perkembangan mental (psikologis) seseorang.
Dengan demikian penulis setuju jika penggarapan teater ke depan, mempunyai spirit yang sesuai dengan kehidupan teater, yang menjunjung tinggi akan nilai-nilai social, kebersamaan dan kegotong-royongan. Minimal aktivitas mereka mampu memberikan kontribusi bagi kehidupan seni teater di Jambi. Saya kira ke depan komunitas teater di Jambi seperti; Komsat Cindaku, Tonggak, dan komunitas yang lainnya akan secara bergantian mempresentasikan karya kualitatifnya yang dapat dibanggakan kepada masyarakat publik.
Bagaimana memberikan penawar yang ‘manjur’ agar masyarakat Jambi dapat dan mampu memahami perkembangan teater. Arus teknologi atau perkembangan teknologi juga dapat mempengaruhi perkembangan teater masa depan. Mengapa demikian? Dunia sinetron yang semakin maju akan menawarkan berbagai pertunjukkan yang menarik penonton. Apalagi dengan kehadiran TV Swasta dengan jam tayang yang begitu banyak (bahkan 24 jam) dengan berbagai acara yang menarik, membuat masyarakat publik mulai meninggalkan dunia teater. Selain itu banyaknya rental playstation, dan rental vcd yang lagi ‘ngetrend’ sangat berpengaruh terhadap generasi muda. Padahal generasi muda inilah yang seharusnya dapat melestarikan teater daerah di Jambi. Perkembangan yang demikian akan membawa luntur teater Jambi, maka dari itu kepada semua kritikus, atau pengamat sastra sudah saatnya mencaro solusi dan strategi untuk memajukan perteateran di Jambi.
Perkembangan teater Jambi seperti, Oranye, AIR kemungkinan dapat dijadikan contoh. Keberhasilan teater tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak langkah taktis dan strategis, serta langkah cerdas yang harus mereka pelajari, dipahami dan diaplikasikan di dalam menyikapi pasar seni khususnya dalam perteateran.
Tanpa disadari atau tidak sebenarnya Jambi cukup kompeten dalam perkembangan teater dengna memanfaatkan teknologi yang ada. Salah satunya adalah komunitas “teater Oranye” yang beberapa kali mengisi ruang TVRI juga membuat sebuah drama pendek yang belum lama ini disiarkan. Sebuah kisah tentang Ulang tahun perkawinan. Dalam kehidupan memang factor lingkungan sangat berpengaruh. Selain perkembangan teater, ternyata juga diwarnai dengan perkembagan perpuisian. Belum lama ini juga TVRI Jambi selalu  menyiarkan pembacaan puisi oleh sastrawan Jambi.
Semoga sekelumit pemikiran ini menjadi bahan renungan bagi insan teater di Jambi dalam upaya menggali, menjaga, serta menumbuhkembangkan secara bertahap terhadap spirit seni teater Jambi, dalam langkah ke depan untuk menyiapkan produksi teater yang lebih baik.

Penulis adalah alumnus PBS-Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi, Wakil Kepala Sekolah dan staf pengajar di SMP/SMK/SMA  Pelita Raya Jambi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar