ALINEA
Oleh: Bambang Setiawan, S.Pd
A. Pengertian Alinea
Dalam surat kabar
sering terdapat alinea-alinea yang hanya terdiri dari satu kalimat. Sebaliknya
ada buku-buku yang mengandung alinea yang sangat panjang, mungkin satu halaman
penuh. Dalam kedua ekstrim ini timbullah pertanyaan: yang mana dari kedua
esktrim ini yang benar? Atau lebih jauh lagi kita bertanya: Alinea sebenarnya
apa?
Alinea bukanlah
suatu pembagian secara konvensional dari suatu bab yang terdiri dari
kalimat-kalimat, tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan kalimat saja. Alinea
tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau
lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang
bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea
itu gagasan tadi menjadi jelas uraian-uraian tambahan, yang maksudnya tidak
lain untuk menampilkan pokok pikiran tadi secara lebih jelas.
Melalui
alinea-alinea kita mendapat suatu efek lain, yaitu kita bisa membedakan di mana
suatu tema mulai dan berakhir. Coba bayangkan, bila kita membaca sebuah buku
yang sama sekali tidak memberi pembagian atas alinea-alinea. Kita akan menjadi
kepayahan menghadapi seluruh buku itu, kita seolah-olah dicambuk untuk membaca
terus sampai selesai, sehingga sukar untuk mengadakan konsentrasi pikiran dari
suatu gagasan ke gagasan yang lain. Kita tidak tahu pasti di mana suatu ide
mulai dan di mana ide itu berakhir. Itulah sebabnya kita seolah-olah dipaksa
untuk membaca terus tanpa istirahat sampai selesai. Lain halnya kalau dalam buku
tesebut sudah diberikan pembagian atas alinea-alinea. Kita akan berhenti
sebentar sesudah sebuah alinea berakhir, dan dengan demikian dapat mengadakan
konsentrasi pikiran terhadap tema yang terkandung di dalamnya.
Sebab itu
pembentukan sebuah alinea sekurang-kurangnya mempunyai tujuan:
a. Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan
menceraikan suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu setiap aline hanya
boleh mengandung suatu tema. Bila terdapat dua tema, maka aline itu
harus dipecahkan menjadi dua alinea.
b. Memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar
dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada pemberhentian
pada akhir kalimat. Dengan perhatian yang lebih lama ini konsentrasi terhadap
tema alinea lebih terarah.
Sebab itu selalu
harus diperhatikan susunan dan kesatuan suatu pokok pikiran pada waktu
membentuk sebuah alinea. Kalimat-kalimat dalam alinea harus bertalian satu sama
lain secara mesra, dan bersama-sama membentuk suatu bagian yang berpautan.
Walaupun prinsipnya
sebuah alinea harus terdiri dari rangkaian kalimat-kalimat, tetapi ada juga
alinea yang terdiri dari satu kalimat, sebagai sudah disinggung pada permulaan
uraian ini. Ada beberapa sebab mengapa bisa terdapat alinea semacam ini.
Pertama karena alinea kurang baik dikembangkan oleh penulisnya; penulis kurang
memahami hakekat alinea. Kedua, memang
sengaja dibuat oleh pengarang, karena ia sekedar mengemukakan gagasan itu bukan
untuk dikembangkan, atau pengembangannya terdapat pada alinea-alinea
berikutnya. Begitu pula sebuah alinea yang terdiri dari sebuah kalimat dapat
bertindak sebagai peralihan antara bagian-bagian dalam sebuah karangan.
Dialog-dialog dalam narasi-narasi, biasanya diperlakukan sebagai satu alinea.
C. Syarat-Syarat Pembentukan Alinea
Seperti halnya dengan kalimat, sebuah alinea juga harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Alinea yang baik dan efektif harus memenuhi ketiga
syarat berikut:
a. Kesatuan: yang dimaksud dengan kesatuan dalam alinea adalah bahwa semua kalimat
yang membina alinea tu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema
tertentu.
b. Koherensi: yang dimaksud dengan koherensi adalah kekompakan hubungan antara
sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk alinea.
c. Perkembangan alinea: perkembangan alinea adalah penyusunan atau
perincian daripada gagasan-gagasan yang membina alinea itu.
Karena ketiganya memiliki ciri-ciri yang khusus, maka masing-masingnya akan
diuraikan secara terperinci dalam bagian-bagian tersendiri di bawah ini.
1. Kesatuan Alinea
Seperti sudah disinggung di atas, yang dimaksud dengan kesatuan adalah
bahwa alinea tersebut harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau
sebuah tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa ia hanya
memuat satu hal saja. Sebuah alinea yang memiliki kesatuan bisa saja mengandung
beberapa hal atau beberapa perincian, tetapi unsur tadi haruslah bersama-sama
digerakkan untuk menunjang sebuah maksud tunggal atau sebuah tema tunggal.
Maksud tunggal itulah yang ingin disampaikan oleh penulis dalam alinea itu.
Karena fungsi setiapa
alinea adalah untuk mengembangkan sebuah gagasan tunggal, maka tidak boleh
terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak mempunyai pertalian dengan maksud
tunggal tadi. Penyimpangan-penyimpangan dari maksud tadi hanya akan mempersulit
pembaca, dan mempersulit pula titik pertemuan antara penulis dan pembaca.
Penyimpangan-penyimpangan itu dapat berbentuk; pertama, pemasukan sebuah
sisipan atau interupsi yang jelas dalam urutan-urutan gagasan yang ada; kedua,
sebuah penyimpangan secara gradual dari tema yang harus dibina oleh alinea itu,
yaitu setiap kalimat berikutnya semakin menyimpang dari tujuan utamanya.
Untuk memberi
gambaran yang jelas tentang kesatuan yang terkandung dalam sebuah alinea, maka
coba perhatikan kutipan berikut:
“Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat disini
adalah bahwasanya tiap bahasa mempunyai sistem ungkapan yang khusus dan sistim
makna yang khusus pula, masing-masing lepas terpisah dn tidak tergantung
daripad yang lain. Sistem ungkapan tiap bahasa dan sistim makna tiap bahasa
dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang memakai bahasa itu, kerangka
alam pikiran yang saya sebut di atas. Oleh sebab itu janganlah kecewa apabila
bahasa Indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal, tidak mengenal kata dalam
sistim kata-kerjanya, gugus fonem juga tertentu polanya dan sebagainya. Bahasa
Inggeris tidak mengenah “unggah-ungguh”. Bahasa Zulu tidak mempunyai kata yang
berarti “lembu” dan sebagainya. Secara teknis, para linguis mengatakan bahwa
tiap bahasa mempunyai sistim fonologi, sistim gramatikal serta pola semantik
yang khusus” (BKI).
Dalam contoh di
atas dilihat bahwa alinea itu hanya mengandung satu gagasan pokook yaitu bahwa
“tiap bahasa mempunyai sistim ungkapan yang khusus dan sistim makna yang
khusus”. Gagasan itu kemudian diperinci atau dikembangkan lebih jauh dalam
kalimat-kalimat berikutnya, seperti bahasa Indonesia tidak mengenal jamak dan
tunggal, seperti halnya dengan bahasa Inggeris atau bahasa-bahasa barat
lainnya, tidak mengenal perubahan dalam sistim kata kerja. Sebaliknya bahasa
Zulu membedakan lembu merah dan lembu putih dengan kata-kata yang khusus
sedangkan bahasa Inggeris tidak mengenal hal itu. Atau untuk memperinci lebih
jauh gagasan utama tadi. Perincian itu disusun sedemikian rupa sehingga
hubungan antara suatu kalimat dengan kalimat lainnya merupakan kesatuan yang
bulat untuk memperinci gagasan utama tadi.
Sebaliknya, coba
perhatikan alinea di bawah ini, dan katakan apabila alinea tersebut mengandung
suatu ide utama atau tidak.
“Tapi sedihnya [sh!], apabila masyarakat dari suatu
negara yang belum mempunyai bahasa kesatuannya, maka sudah pasti hal yang
demikian, pasti tidak terdapat pada masyarakat tersebut. Maka yang lebih sedih
lagi, nasib rakyat yang jauh dari kota, di mana kebutuhan daripada mereka tidak
dapat diperhatikan dengan seksama. Mereka seperti terisolir, yang mana mereka
tidak leluasa memperkenalkan keadaan daripada tempat serta aspek-aspek
kehidupan mereka. Dalam hal ini, yang menjadi pionir terhadap daerah itu, sudah
pasti dari kaum cerdik pandai. Karena mereka ingin megetahui serta mempelajari
dan di samping membantu mereka”.
(diangkat
dari paper seorang mahasiswa)
Dengan tidak
memberikan pendapat kita tentang srtuktur bahasa yang dipergunakan, serta
tanda-tanda baca yang dipakai, maka dapat dikatan bahwa kosentrasi pikiran kita
terhadap isi dari alinea tersebut sangat sulit. Kalimat pertama saja sudah
cukup membingkungkan kita. Jangan lagi untuk mempertalikan kalimat pertama
tersebut dengan kalimat-kalimat berikutnya.
Setelah membaca dan
mencoba menangkap apa yang tersirat di belakang alinea tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga tema utama, yang tidak
berhubungan satu sama lain, yaitu:
a. Keadaan yang biasa diperoleh negara-negara yang
mempunyai bahasa kesatuan tidak akan terdapat pada negara-negara yang tidak
mempunyai bahasa kesatuan.
b. Nasib rakyat yang jauh dari kota sangat
menyedihkan.
c. Perlu pionir-pionir untuk mempelajari keadaan
rakyat yang jauh dari kota.
Tema kedua dan
ketiga walaupun agak renggang dapat
dikatan masih mempunyai hubungan timbal-balik, sedangkan tema pertama tidak ada
atau sekurang-kurangnya tidak memperlihatkan hubungan dengan kedua tema
lainnya.
Sekali lagi
terlepas dari struktur bahasa yang digunakan, maka dapatlah dikatakan bahwa
tidak terdapat kesatuan dalam alinea tersebut. Sesuai dengan jumlah tema yang
terkandung di dalamnya, maka alinea itu harus dipecahkan sekurang-kurangnya
mejadi tiga alinea, serta masing-masing perlu dikembangkan lebih lanjut menjadi
sebuah alinea yang benar-benar terperinci. Begitu pula perlu dicari hubungan
antara alinea pertama dengan alinea kedua dan ketiga, sehingga terdapat sebuah
urutan yang logis.
Gagasan utama atau
gagasan pokok yang didukung oleh sebuah alinea biasanya ditempatkan dalam
sebuah kalimat topik dan kalimat pokok. Sedangkan kalimat-kalimat lainnya yang
turut membina alinea itu memuat perincian-perincian lebih lanjut dari gagasan
utama tadi.
Kalimat utama atau
kalimat pokok adalah sarana dari gagasarn yang dikembangkan dalam alinea itu.
perkembangan alinea itu bisa mendahului penampilan sebuah gagasan utama,
tergantung dari metode pengembangan alinea itu. Misalnya bila seorang penulis
ingin memberi iviendensi tertentu menuju kepada kesimpulan, maka konklusi pada
akhir alinea itulah merupakan kalimat utamnya. Atau ia dapat menghidangkan
konklusinya pada awal alinea, baru kemudian mengemukakan evidensi-evidensi
untuk memperkuat konklusinya tadi. Sebab itu persoalan penempatan kalimat topik
merupakan suatu faktor yang benar-benar harus diperhatikan untuk menyusun
sebuah alinea yang baik.
Jadi dalam
tulisan-tulisan yang baik, terdapat empat macam cara untuk menempatkan sebuah
kalimat topik atau kalimat utama, yaitu:
a. Pada awal alinea
Pengertian awal alinea ini dapat
merupakan kalimat pertama, dapat juga kalimat kedua. Dengan menempatkan kalimat
pokok pada awal alinea, gagasan sentral tadi akan mendapat penekanan yang
wajar. Alinea semacam ini biasanya bersifat deduktif, yaitu mula-mula
mengemukakan pokok persoalan, kemudian menyusul uraian-uraian yang terperinci.
Kalimat-kalimat lain dalam aline tersebut harus di pusatkan untuk memperjelas
ide atau gagasan sentral tadi.
Cara ini merupakan metode yang paling
baik.
“Dalam perubahan masyarakat dan
kebudayaan Indonesia yang amat cepat dalam lima puluh tahun yang terakhir ini,
tentulah bahasa Indonesia sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan itu,
amat cepat juga berubah. Pertemuan dan pengaruh masyarakat dan kebudayaan
modern kepada bangsa Indonesia boleh dikatakan mengenai seluruh kehidupan
bangsa Indonesia, sehingga banyak dan serba ragam perubahan yang berlaku dalam
bahasa Indonesia.
Pada hakekatnya, apabila kita
berbicara tentang perubahan suasana, perubahan gaya bahasa Indonesia,
pembebasannya daripada suasana konservatif dan timbulnya bermacam-macam
eksprimen yang baru dalam kata maupun dalam bentuk bahasa, kita sudah berbicara
tentang permodernan bahasa Indonesia. Segala pembebasan dan eksperimen dalam
bahasa yang sejalan dengan perubahan masyarakat dan kebudayaan ini tentu tiada
dapat berlaku sewenang-wenang, mesti lambat laun tunduk juga kepada proses
standariasi untuk keefisien bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan dan
pemikiran” (SBI).
Kutipan di atas
memperlihatkan bahwa kalimat pertama merupakan kalimat topik yang mengandung
gagasan pokok “bahasa Indonesia amat cepat berubah”. Kalimat-kalimat
selanjutnya hanya merupakan perincian dan penjelasan lebih lanjut dari gagasan
pokok tersebut. Model alinea ini dapat digambarkan dengan bagan berikut:
Tipe alinea dengan
kalimat topik pada awal alinea. Sifatnya dekduktif
b. Pada akhir alinea
Kalimat topik dapat
pula ditempatkan pada bagian akhir dari alinea tersebut. Dalam hal ini alinea
bersifat deduktif. Alinea semacam ini harus disusun sekian macam sehingga dapat
mencapai klimaks dalam kalimat pokok yang terdapat pada akhir alinea itu. cara
lebih sulit, tetapi lebih efektif, terutama dalam mengemukakan argumentasi.
“Semulanya
kita condong pada pendapat, bahwa barang-barang, benda-benda, itu memang lebih
dekat pada kita, lebih mudah dpat dipahami. Barang-barang itu kita pergunakan
dalam hidup kita sehari-hari, kita pakai sebagai alat, kita ketahui
sifat-sifatnya, sedangkan pribadi orang sering merupakan teka-teki, suatu
misteri. Namun setelah pendapat ini kita selidiki, ternyatalah, bahwa
barang-barang itu nampaknya lebih dekat pada kita, karena sebelumnya ktia
sendiri sudah mendekatkan mereka pada kita. Dunia kebendaan, barang-baran, baru
memperoleh arti dan maknanya sesudah disentuh oleh manusia, menjadi kursi atau
sepeda disinari oleh budi manusia. Jadi, melalui manusialah kita mendekati dunia kebendaan” (Basis,
Nop. 68).
Alinea di atas
jelas memperlihatkan bahwa gagasan utama tersebut terdapat pada kalimat yang
terakhir, yang sekaligus menjadi kalimat topiknya. Pada kalimat-kalimat sebelumnya
merupakan penjelasan atau pokok-pokok pikiran yang lebih kecil yang disusun
sekian macam, sehingga berangsur-angsur menuju kepada klimaks atau gagasan
utamanya pada akhir kalimat, yaitu “melalui manusialah kita mendekati dunia
kebendaan”.
Model alinea ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tipe kalimat dengan
kalimat topik pada akhir alinea. Sifatnya: induktif
c. Pada awal dan akhir alinea
Kalimat topik dapat
ditempatkan bagian awal dan akhir dari alinea. Dalam hal ini kalimat terakhir sering
mengulangi gagasan dalam kalimat pertama dengan sedikit tekanan atau variasi.
“Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat disini
adalah bahwasanya tiap bahasa mempunyai sistem ungkapan yang khusus dan sistim
makna yang khusus pula, masing-masing lepas terpisah dn tidak tergantung
daripad yang lain. Sistem ungkapan tiap bahasa dan sistim makna tiap bahasa
dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang memakai bahasa itu, kerangka
alam pikiran yang saya sebut di atas. Oleh sebab itu janganlah kecewa apabila
bahasa Indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal, tidak mengenal kata dalam
sistim kata-kerjanya, gugus fonem juga tertentu polanya dan sebagainya. Bahasa
Inggeris tidak mengenah “unggah-ungguh”, “lembu merah”, dan sebagainya. Bahasa
Zulu tidak mempunyai kata yang berarti “lembu putih” dan sebagainya. Secara
teknis, para linguis mengatakan bahwa tiap bahasa mempunyai sistim fonologi,
sistim gramatikal serta pola semantik yang khusus” (BKI).
Kutipan di atas
menunjukkan bahwa kalimat topik di yang terdapat pada awal alinea” .... tiap
bahasa mempunyai sistim ungkapan yang khusus dan sistim makna yang khusus pula
....” diulang kembali pada akhir alinea itu tetapi dengan sedikit perubahan,
yaitu “.... tiap bahasa mempunyai sistim fonologi, sistim gramtikal, serta pola
sematik yang khusus”. Apa yang disebut “sistim ungkapan” pada kalimat pertama
sama artinya dengan “sistem fonologi dan sistim gramatikal” pada kalimat akhir,
sedangkan ‘sistim makna” pada kalimat pertama sama artinya dengan “pola semantik”
pada kalimat terakhir dari alinea tersebut.
Model alinea
terakhir ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tipe alinea kalimat topik pada awal dan akhir
alinea. Sifatnya: gabungan tipe 1dan 2.
Kalimat topik atau
kalimat utama dapat juga termuat dalam seluruh aline. Dalam hal ini tidak
terdapat kalima yang khusus yang menjadi kalimat topiknya. Alinea semacam ini
biasanya dijumpai dalam uraian-uraian yang brsifat deskriptif atau naratif.
“Enam puluh tahun
yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal
melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman
dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang dipelbagai dusun Siberia
Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat
benda itu menjadi bola api menyilaukan di atas hutan semara sekitar sungai
Tunguska. Kobaran api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul
ledakan dasyhat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih
dari 1.000 km jauhnya” (Intisari, Feb.1969).
Sukar sekali untuk
mencari sebuah kalimat topik dalam alinea di atas, karena seluruh alinea
bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari
yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari
alinea tersebut.
Model alinea ini
dapat digambarkan sebagai berikut.
Gb. 4
Tipe alinea yang
seluruhnya mengandung isi. Terdapat pada tulisan-tulisan deskriptif dan
naratif.
Akhirnya perlu
dikemukakan sekali lagi bahwa tujuan dari kalimat-kalimat topik atau kalimat
pokok adalah untuk menuntun para pembaca menelusuri seluruh alinea itu. Pembaca
memerlukan petunjuk-petunjuk bagaimana gagasan itu terbentuk, serta bagaimana
detail-detail atau bagian-bagian perinciannya harus disusun. Detail-detail atau
perincian itu merupakan ide-ide tambahan atau gagasan bawahan dari gagasan
utama yang terdapat dalam sebuah kalimat utama.
5. Koherensi
Syarata kedua yang
harus dipenuhi oleh sebuah alinea adalah
bahwa alinea itu harus mengandung koherensi atau kepaduan yang
baik. Kepaduan yang baik itu terjadi apabila hubungan timbal balik antara
kalimat-kalimat yang membina alinea itu baik, wajar dan mudah dipahami tanpa
kesulitan. Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa
bahwa ada sesuatu yang menghambat atau semacam jurang memisahkan sebuah kalimat
dari kalimat lainnya, tidak terasa loncat-loncatan pikiran membingungkan.
Sebuah alinea dapat
juga membentuk suatu kesatuan yang kompak, walaupun mungkin kepaduan atau
koherensinya tidak ada. Kesatuan tergantung dari sejumlah gagasan bawahan yang
bersama-sama menunjang sebuah gagasan utama yang biasanya dinyatakan dalam
sebuah kalima topik. Sebaliknya kepaduan tergantung dari penyusunan
detail-detail dan gagasan-gagasan sekian macam sehingga pembaca dapat melihat
dengan mudah hubungan antara bagian-bagian tersebut. Jika sebuah alinea tidak
mempunyai kepaduan ini, maka tampaknya seolah-olah pembaca hanya menghadapi
suatu kelompok kalimat, yang masng-masing berdiri lepas dari yang lain,
masing-masing dengan gagasannya sendiri, bukan suatu uraian yang integral.
Pendeknya sebuah alinea yang tidak memiliki kepaduan yang baik, akan menghadapkan pembaca dengan
loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan, menghadapkan pembaca dengan
urutan-urutan waktu dan fakta yang tidak teratur, atau pengembangan gagasan
utamanya dengan perincian-perincian yang tidak lagi berorientasi kepada pokok
utama tadi.
“Generasi tahun
1982 adalah generasi pencetus sumpah pemuda yang berjuang demi keinginan
bernegara. Generasi tahun 1945 berjuang untuk melaksanakan gagasan sumpah
pemuda. Generasi tahun 1945 adalah generasi pelaksana. Generasi zaman
kemerdekaan adalah generasi pembina dan pengembangan nilai-nilai nasional.
Tiap generasi
mempunyai panggilan masing-masing sesuai dengan zamannya. Generasi pencetusan
dan generasi pelaksana telah menuaikan tugasnya dengan baik. Yang pertama
berhasil membangkitkan semangat keinginan bernegara; yang kedua berhasil
menciptakan negara merdeka. Generasi pembina masih dalam ujian. Belum diketahui
sampai dimana kemampuannya untuk membina dan mengembangkan warisan situasi yang
diterima dari angkatan pelaksana. Apakah mereka itu mampu membina dan
mengembangkan warisan situasi yang telah diterima; apakah mereka itu mampu
membina dan mengembangkan nilai-nilai nasional sesuai dengan martabat bangsa
yang merdeka, masih harus membuktikan.” (SB)
Kutipan di atas
memperlihatkan bahwa kepaduan antara kalimat-kalimat yang membina kedua alinea
itu baik dan kompak, disamping terdapat kesatuan yang jelas. Kepaduan atau
koherensi lebih ditekankan pada hubungan antar kalimat, yaitu apakah transisi
dari sebuah kalimat ke kalimat yang lain itu berjalan lancar atau tidak.
Untuk memperoleh
kepaduan yang baik dan mesra antara kalimat-kalimat dalam sebuah alinea, maka
harus diperhatikan persyaratan:
a. masalah kebahasaan;
b. perincian dan urutan isi alinea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar