GAYA BAHASA
oleh: Bambang Setiawan, S.Pd
Gaya bahasa yang digunakan dalam
kalimat akan membuat kalimat tersebut bermakna kias. Henry Guntur Tarigan
menyatakan gaya bahasa juga disebut majas. Dalam hal ini Henry Guntur Tarigan
membedakan empat kelompok majas.
1.
Majas Perbandingan
a.
Perumpamaan/ Simile adalah gaya bahasa yang
membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. Perbandingan
tersebut ditandai dengan penggunaan kata-kata pembanding, misalnya: sebagai,
laksana, ibarat, umpama, bak, seperti.
Contoh:
1.
Menunggu Anggia memenuhi janjinya seperti
menunggu tetesan hujan pada musim kemarau.
2.
Wajahnya kuyu sebagai tentara
kalah perang.
3.
Ibarat mendapat durian runtuh, Mita sangat senang
mendapat hadiah sepeda motor baru.
4.
Umpama adik kembang, kakanda menjadi
bunganya.
5.
Beta sangat anggun mengenakan gaun itu bak
putri raja.
6.
Laksana rusa mendamba air, kami sangat merindukan
kedatangan pimpinan kami.
b.
Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan
dua hal secara langsung, tanpa menggunakan kata-kata pembanding.
Contoh:
1.
Para pejuang gugur sebagai bunga bangsa.(bunga
bangsa = pahlawan)
2.
Si lintah darat itu kena batunya. (lintah darat
= orang yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi)
3.
Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, pak Nathan
memang pantas mendapat penghargaan. (pahlawan tanpa tanda jasa = guru)
4.
Semenjak menderita sakit, badan Sanusi kurus
kering. (kurus kering = kurus sekali)
5.
Ratih, si bunga desa, itu akan menikah bulan
depan. (si bunga desa = wanita cantik)
c.
Personifikasi atau penginsanan adalah gaya
bahasa yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti
manusia.
Contoh:
1.
Dengarlah, jeritan angin sungguh menyayat
hati.
2.
Daun nyiur melambai-lambai di sepanjang
pantai.
3.
Matahari tersenyum cerah menyambut pagi.
4.
Bangku-bangku taman itu termenung
sendirian.
5.
Kata-kata yang diucapkannya menampari teman-temannya
yangmendengarkan.
d.
Depersonifikasi adalah gaya bahasa kebalikan
dari personifikasi. Depersonifikasi adalah membedakan manusia atau insan.
Contoh:
1.
Jika dikau menjadi bulan, aku ‘kan
menjadibintang.
2.
Janji sepasang kekasih itu andai Yovie jadi
ombak, Lina pantainya.
3.
Andaikan kakanda kumbang, adinda ‘kan menjadi
kembang.
4.
Maukah kau menjadi terang dan berpasangan
denganku andai aku jadi gelap.
5.
Kedua bersaudara itu bak minya dan air yang tak
pernah bisa bersatu.
e.
Alegori adalah cerita yang diceritakan dengan
lambang-lambang. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan
dengan tujuan menyampaikan ajaran moral.
Contoh:
Kancil menyadari akal busuk buaya. Kancil pun dengan
cepat berpikir dan merencanakan taktik untuk menjebak buaya. Ia pun mengajukan
usul penyelesaian masalah antara sapi dan buaya. Ia minta buaya menceritakan
dan memperagakan peristiwa tersebut. Tanpa pikir panjang si buaya menuruti usul
si kancil. Buaya ditindih dengan pohon. Sapi akan menolong karena kasihan
melihat buaya. Namun, sebelumsapi itu menolong buaya, kancil meminta sapi untuk
membiarkan buaya tertindih pohon. Kancil pun berucap, “itulah balasan bagi
orang yang tidak tahu terima kasih.”
f.
Antitesis adalah gaya bahasa yang membandingkan
kata-kata yang berlawanan arti.
Contoh:
1.
Keberhasilannya menjuarai turnamwen bulu
tangkis membawa konsekuensi agar jangan sampai pada kejuaraan mendatang justru kegagalan
yang akan diterima.
2.
Baik buruk tabiat seorang anak sangat
dipengaruhi oleh didikan orang tuanya,
3.
Lega hatinya karena anaknya lulus SMA,
tetapi sesak hatinya manakala memikirkan biaya anaknya masuk PT.
4.
Maju mundurnya perusahaan ini tergantung dari kepemimpinan
para manajer dan direktur.
5.
Kabar itu menggembirakan sekaligus
menyedihkan karena ia harus berpisah dengan orang-orang yang disayanginya.
g.
Pleonasme adalah gaya bahasa yang menggambarlan
kata-kata yang mubazir.
Contoh:
1.
Saya menolong korban banjir itu dengan tangan
saya sendiri.
2.
Bangkai kucing yang busuk dan menjijikan itu
baunya memenuhi seluruh kampung.
3.
Dalam penderitaan karena bencana letusan Merapi
kami saling tolong-menolong dan bahu-membahu.
4.
Mereka menerima bantuan itu dengan tangan sendiri.
5.
Hasil panen raya itu dikerjakan para petani
dengan tenaga dan keringat sendiri.
h.
Tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan
kata-kata mubazir yang pada dasarnya mengandung perulangan dari kata lainnya.
Contoh:
1.
Kami mendengar suara gemuruh sejak pukul 24.00
tengah malam.
2.
Ayahnya wafat dan menutup mata sampai
selama-lamanya.
3.
Hadiah itu merupakan bingkisan yang
menggembirakan hatiku.
4.
Saya menerima amanat dan pesan terakhir dari
kakek dua hari sebelum beliau meninggal.
5.
Mereka melakukan upacara bendera pada tanggal 2
Mei, hari Pendidikan Nasional.
i.
Perifrasis adalah gaya bahasa yang mempergunakan
kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
Contoh:
1.
Pahlawan tanpa tanda jasa itu telah tenang dan
beristirahat dengan damai untuk selama-lamanya.
2.
Rina menumpahkan segala isi hatinya dan segala
harapannya kepada kekasihnya.
3.
Semua saran, petuah, dan petunjuk kepada sekolah
sudah dijalaninya.
4.
Kak Ria disenangi teman-temannya karena suka
menolong, baik hati dan dermawan.
5.
Bu Nova memang kaya raya, harta bendanya tidak
ternilai harganya.
j.
Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa
yang menggunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan
ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Contoh:
1.
Pemuda yang beruntung itu mendapat hadiah karena
rajin menabung dan mengivestasikan uang di bank.
2.
Seluruh keluarga Pak Rafael merasa sangat
bersyukur karena Arman putra sulungnya diwisuda menjadi sarjana pertanian
dengan predikat cum laude.
3.
Pada dini hari yang mencekam itu warga
pengungsian mendengar suara gemuruh dari Merapi yang semakin jelas terdengar.
4.
Peraturan daerah yang dibuat dua tahun lalu
sudah harus diperbaiki.
5.
Anak semata wayangnya itu akhirnya dipersunting
oleh teman kuliahnya.
2.
Majas Pertentangan
a.
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyantaan
yang berlebih-lebihan.
1.
Darah korban kecelakaan itu mengalir menganak
sungai.
2.
Diana memang anak yang amat sangat pandai dan
pintar.
3.
Tulisan Bintang yang dimuat di surat kabar itu sangat
sempurna, tanpa ada kekurangan dan kesalahan apapun.
4.
Pak Binsar yang kaya raya dan berlimpa harta itu
meninggal tadi pagi.
5.
Rumah gubuk yang reot dan dinding bambunya yang bolong-bolong
itu memang sudah tidak layak huni.
b.
Litotes adalah majas atau gaya bahasa yang
menyatakan sesuatu lebih rendah daripada yang sebenarnya.
Contoh:
1.
Silahkan mampir ke gubuk kami, pak. (gubuk =
rumah yang bagus)
2.
Bantuan yang tidak berharga itu diterima dengan
sukacita oleh para gempa bumi. (bantuan tidak berharga = bantuan yang layak
atau banyak)
3.
Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini berkenan
di hati pembaca. (tulisan yang jauh dari sempurna = tulisan yang baik)
4.
Kalau Anda tidak keberatan, mari bersama-sama
naik gerobak kami. (gerobak = mobil)
5.
Anak kami memang tidak pandai, nilainya pun
hanya lebih sedikit dari rata-rata kelas. (tidak pandai, nilai sedikit dari
rata-rata = pandai)
c.
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna
bertetangan dengan maksud untuk berolok-olok. Akan tetapi, gaya bahasa ironi
ini menyindir dengan lebih halus. Selain ironi, gaya bahasa lain yang digunakan
untuk mengolok-olok atau menyindir adalah sinisme dan sarkasme, kedua gaya
bahasa ini lebih kasar dari gaya bahasa ironi.
Contoh:
1.
Dia memang pengendara sepeda motor yang tertib
sampai-sampai melanggar lampu merah.
2.
Ini baru pukul dua belas, mengapa kamu sudah bangun?
3.
Pung, cucuilah bajumu yang sudah harum baunya
ini!
Gaya bahasa
sinisme
1.
Pantas banyak orang menjauhi kamu karena badanmu
yang sangat harum semerbak dan memabukkan!
2.
Perilakumu yang sangat sopan dan tak tahu malu
terhadap orang lain sungguh-sungguh membuat muak.
3.
Keputusan yang sangat adil itu sangat membebani
rakyat jelata.
Gaya bahasa
sarkasme
1.
Huh, gayamu yang tengil itu hampir membuatku
muntah!
2.
Dasar otak udang, mengerjakan pekerjaan sekelas
anak TK saja perlu waktu sehari?
3.
Memangnya matamu buta membaca tulisan sebesar
gajah saja tidak mampu!
d.
Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung
nilai pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa tau
kelompok kata yang sama.
Contoh:
1.
Konversi minyak tanak ke gas di satu sisi memudahkan
masyarakat, tetapi sekaligus membahayakan.
2.
Jalan musyarawarah itu ditempuh agar dapat menyatukan
pendapat, tetapi malah timbul pertentangan di antara mereka.
3.
Tujuannya pindah pekerjaan agar mendapat
penghasilan lebih, tetapi malah menurun.
4.
Anak kembar itu dipisahkan agar tidak
bertengakar terus-menerus, tetapi mereka malah saling memberi perhatian.
5.
Kemajuan teknologi di satu sisi membawa dampak positif,
disisi lain berdampak negarif.
e.
Paronomasia adalah gaya bahasa berisi penjajaran
kata yang berbunyi sama, tetapi berlainan makna.
Contoh:
1.
Pak Jamal tahu bahwa kualitas tahu
produksinya masih harus ditingkatkan.
2.
Bisakah bisa ular itu dikeluarkan dari
tubuh Poniman?
3.
Setelah selesai mengukur kain, Dika
segera membantu ibunya mengukur kepala.
4.
Pak Gunawan sedang membeberkan pembuatan
wayang beber.
5.
Terdengar sedu sedan Riri dari mobil sedan
yang di parkir di depan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar