Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Jumat, 18 November 2011

Materi Gaya Bahasa



GAYA BAHASA
oleh: Bambang Setiawan, S.Pd
Gaya bahasa yang digunakan dalam kalimat akan membuat kalimat tersebut bermakna kias. Henry Guntur Tarigan menyatakan gaya bahasa juga disebut majas. Dalam hal ini Henry Guntur Tarigan membedakan empat kelompok majas.
1.    Majas Perbandingan
a.       Perumpamaan/ Simile adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. Perbandingan tersebut ditandai dengan penggunaan kata-kata pembanding, misalnya: sebagai, laksana, ibarat, umpama, bak, seperti.
Contoh:
1.       Menunggu Anggia memenuhi janjinya seperti menunggu tetesan hujan pada musim kemarau.
2.       Wajahnya kuyu sebagai tentara kalah perang.
3.       Ibarat  mendapat durian runtuh, Mita sangat senang mendapat hadiah sepeda motor baru.
4.       Umpama adik kembang, kakanda menjadi bunganya.
5.       Beta sangat anggun mengenakan gaun itu bak putri raja.
6.       Laksana  rusa mendamba air, kami sangat merindukan kedatangan pimpinan kami.

b.      Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung, tanpa menggunakan kata-kata pembanding.
Contoh:
1.       Para pejuang gugur sebagai bunga bangsa.(bunga bangsa = pahlawan)
2.       Si lintah darat itu kena batunya. (lintah darat = orang yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi)
3.       Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, pak Nathan memang pantas mendapat penghargaan. (pahlawan tanpa tanda jasa = guru)
4.       Semenjak menderita sakit, badan Sanusi kurus kering. (kurus kering = kurus sekali)
5.       Ratih, si bunga desa, itu akan menikah bulan depan. (si bunga desa = wanita cantik)

c.       Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contoh:
1.       Dengarlah, jeritan angin sungguh menyayat hati.
2.       Daun nyiur melambai-lambai di sepanjang pantai.
3.       Matahari tersenyum cerah menyambut pagi.
4.       Bangku-bangku taman itu termenung sendirian.
5.       Kata-kata yang diucapkannya menampari teman-temannya yangmendengarkan.

d.      Depersonifikasi adalah gaya bahasa kebalikan dari personifikasi. Depersonifikasi adalah membedakan manusia atau insan.
Contoh:
1.       Jika dikau menjadi bulan, aku ‘kan menjadibintang.
2.       Janji sepasang kekasih itu andai Yovie jadi ombak, Lina pantainya.
3.       Andaikan kakanda kumbang, adinda ‘kan menjadi kembang.
4.       Maukah kau menjadi terang dan berpasangan denganku andai aku jadi gelap.
5.       Kedua bersaudara itu bak minya dan air yang tak pernah bisa bersatu.

e.      Alegori adalah cerita yang diceritakan dengan lambang-lambang. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan dengan tujuan menyampaikan ajaran moral.
Contoh:
Kancil menyadari akal busuk buaya. Kancil pun dengan cepat berpikir dan merencanakan taktik untuk menjebak buaya. Ia pun mengajukan usul penyelesaian masalah antara sapi dan buaya. Ia minta buaya menceritakan dan memperagakan peristiwa tersebut. Tanpa pikir panjang si buaya menuruti usul si kancil. Buaya ditindih dengan pohon. Sapi akan menolong karena kasihan melihat buaya. Namun, sebelumsapi itu menolong buaya, kancil meminta sapi untuk membiarkan buaya tertindih pohon. Kancil pun berucap, “itulah balasan bagi orang yang tidak tahu terima kasih.”

f.        Antitesis adalah gaya bahasa yang membandingkan kata-kata yang berlawanan arti.
Contoh:
1.       Keberhasilannya menjuarai turnamwen bulu tangkis membawa konsekuensi agar jangan sampai pada kejuaraan mendatang justru kegagalan yang akan diterima.
2.       Baik buruk tabiat seorang anak sangat dipengaruhi oleh didikan orang tuanya,
3.       Lega hatinya karena anaknya lulus SMA, tetapi sesak hatinya manakala memikirkan biaya anaknya masuk PT.
4.       Maju mundurnya  perusahaan ini tergantung dari kepemimpinan para manajer dan direktur.
5.       Kabar itu menggembirakan sekaligus menyedihkan karena ia harus berpisah dengan orang-orang yang disayanginya.

g.       Pleonasme adalah gaya bahasa yang menggambarlan kata-kata yang mubazir.
Contoh:
1.       Saya menolong korban banjir itu dengan tangan saya sendiri.
2.       Bangkai kucing yang busuk dan menjijikan itu baunya memenuhi seluruh kampung.
3.       Dalam penderitaan karena bencana letusan Merapi kami saling tolong-menolong dan bahu-membahu.
4.       Mereka menerima bantuan itu dengan tangan sendiri.
5.       Hasil panen raya itu dikerjakan para petani dengan tenaga dan keringat sendiri.

h.      Tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata mubazir yang pada dasarnya mengandung perulangan dari kata lainnya.
Contoh:
1.       Kami mendengar suara gemuruh sejak pukul 24.00 tengah malam.
2.       Ayahnya wafat dan menutup mata sampai selama-lamanya.
3.       Hadiah itu merupakan bingkisan yang menggembirakan hatiku.
4.       Saya menerima amanat dan pesan terakhir dari kakek dua hari sebelum beliau meninggal.
5.       Mereka melakukan upacara bendera pada tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional.

i.         Perifrasis adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
Contoh:
1.       Pahlawan tanpa tanda jasa itu telah tenang dan beristirahat dengan damai untuk selama-lamanya.
2.       Rina menumpahkan segala isi hatinya dan segala harapannya kepada kekasihnya.
3.       Semua saran, petuah, dan petunjuk kepada sekolah sudah dijalaninya.
4.       Kak Ria disenangi teman-temannya karena suka menolong, baik hati dan dermawan.
5.       Bu Nova memang kaya raya, harta bendanya tidak ternilai harganya.

j.        Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang menggunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Contoh:
1.       Pemuda yang beruntung itu mendapat hadiah karena rajin menabung dan mengivestasikan uang di bank.
2.       Seluruh keluarga Pak Rafael merasa sangat bersyukur karena Arman putra sulungnya diwisuda menjadi sarjana pertanian dengan predikat cum laude.
3.       Pada dini hari yang mencekam itu warga pengungsian mendengar suara gemuruh dari Merapi yang semakin jelas terdengar.
4.       Peraturan daerah yang dibuat dua tahun lalu sudah harus diperbaiki.
5.       Anak semata wayangnya itu akhirnya dipersunting oleh teman kuliahnya.

2.    Majas Pertentangan
a.       Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyantaan yang berlebih-lebihan.
1.       Darah korban kecelakaan itu mengalir menganak sungai.
2.       Diana memang anak yang amat sangat pandai dan pintar.
3.       Tulisan Bintang yang dimuat di surat kabar itu sangat sempurna, tanpa ada kekurangan dan kesalahan apapun.
4.       Pak Binsar yang kaya raya dan berlimpa harta itu meninggal tadi pagi.
5.       Rumah gubuk yang reot  dan dinding bambunya yang bolong-bolong itu memang sudah tidak layak huni.

b.      Litotes adalah majas atau gaya bahasa yang menyatakan sesuatu lebih rendah daripada yang sebenarnya.
Contoh:
1.       Silahkan mampir ke gubuk kami, pak. (gubuk = rumah yang bagus)
2.       Bantuan yang tidak berharga itu diterima dengan sukacita oleh para gempa bumi. (bantuan tidak berharga = bantuan yang layak atau banyak)
3.       Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini berkenan di hati pembaca. (tulisan yang jauh dari sempurna = tulisan yang baik)
4.       Kalau Anda tidak keberatan, mari bersama-sama naik gerobak kami. (gerobak = mobil)
5.       Anak kami memang tidak pandai, nilainya pun hanya lebih sedikit dari rata-rata kelas. (tidak pandai, nilai sedikit dari rata-rata = pandai)


c.       Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna bertetangan dengan maksud untuk berolok-olok. Akan tetapi, gaya bahasa ironi ini menyindir dengan lebih halus. Selain ironi, gaya bahasa lain yang digunakan untuk mengolok-olok atau menyindir adalah sinisme dan sarkasme, kedua gaya bahasa ini lebih kasar dari gaya bahasa ironi.
Contoh:
1.       Dia memang pengendara sepeda motor yang tertib sampai-sampai melanggar lampu merah.
2.       Ini baru pukul dua belas, mengapa kamu sudah bangun?
3.       Pung, cucuilah bajumu yang sudah harum baunya ini!
Gaya bahasa sinisme
1.       Pantas banyak orang menjauhi kamu karena badanmu yang sangat harum semerbak dan memabukkan!
2.       Perilakumu yang sangat sopan dan tak tahu malu terhadap orang lain sungguh-sungguh membuat muak.
3.       Keputusan yang sangat adil itu sangat membebani rakyat jelata.
Gaya bahasa sarkasme
1.       Huh, gayamu yang tengil itu hampir membuatku muntah!
2.       Dasar otak udang, mengerjakan pekerjaan sekelas anak TK saja perlu waktu sehari?
3.       Memangnya matamu buta membaca tulisan sebesar gajah saja tidak mampu!

d.      Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung nilai pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa tau kelompok kata yang sama.
Contoh:
1.       Konversi minyak tanak ke gas di satu sisi memudahkan masyarakat, tetapi sekaligus membahayakan.
2.       Jalan musyarawarah itu ditempuh agar dapat menyatukan pendapat, tetapi malah timbul pertentangan di antara mereka.
3.       Tujuannya pindah pekerjaan agar mendapat penghasilan lebih, tetapi malah menurun.
4.       Anak kembar itu dipisahkan agar tidak bertengakar terus-menerus, tetapi mereka malah saling memberi perhatian.
5.       Kemajuan teknologi di satu sisi membawa dampak positif, disisi lain berdampak negarif.

e.      Paronomasia adalah gaya bahasa berisi penjajaran kata yang berbunyi sama, tetapi berlainan makna.
Contoh:
1.       Pak Jamal tahu bahwa kualitas tahu produksinya masih harus ditingkatkan.
2.       Bisakah bisa ular itu dikeluarkan dari tubuh Poniman?
3.       Setelah selesai mengukur kain, Dika segera membantu ibunya mengukur kepala.
4.       Pak Gunawan sedang membeberkan pembuatan wayang beber.
5.       Terdengar sedu sedan Riri dari mobil sedan yang di parkir di depan rumah.

dari berbagai sumber buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar