Cafebahasa hadir sebagai sarana edukasi, pembelajaran, komunikasi serta sebagai media informasi bahasa, sastra, seni, opini-artikel, dan hasil mahakarya (proses kreatif). Kirimkan partisipasi Anda melalui email bbg_cla@yahoo.com

Jumat, 18 November 2011

Materi "Ejaan yang Disempurnakan/ EYD"


Ejaan Yang Disempurnakan
Oleh: Bambang Setiawan, S.Pd

A. Penggunaan Huruf Kapital

Huruf kapital atau huruf besar dipakai untuk:
1.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat. Misalnya:
            Ada gula, ada semut.
            Apa maksudmu?
            Kita harus bekerja keras.
2.      Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
            Bapak menasehatkan, “Berhati-atilah, Nak!”
            “Kemarin engkau terlambat”, katanya.
3.      Huruf besar atau kapital dipaka sebagai huru pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya. Misalnya:
Allah                                       Quran
Yang Maha Kuasa                  Alkitab
Yang Maha Pengasih              Islam
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, Ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4.      Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Maha Putra Yamin
Nabi Ibrahim
Sultan Hasanuddin
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
         Hasanuddin, sultan Makasar, digelar juga
         Ayam Jantan dari Timur.
5.      Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang. Misalnya:
Gubenur Abd. Rachman Sayoeti
Menteri Ali Alatas
Perdana Menteri Mahatir Mohamad
Profesor Kemas Saleh
6.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Misalnya:
            Amir Hamzah
            Dewi Sartika
            Halim Perdanakusumah
            Wage Rudolf Supratman
7.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, bangsa, suku dan bahasa. Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
mengindonesiakan kata-kata asing
keinggris-inggrisan
8.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
tahun Hijrah
Tarikh Masehi
bulan Agustus
hari Jumat
Proklamasi Kemerdekaan
hari Lebaran
Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini:
memproklamasikan kemerdekaan
9.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi. Misalnya:
Asia Tenggara
Bayuwangi
Bukit Barisan
Danau Toba
Selat Sunda
              Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini:
                        berlayar ke teluk
                        mandi di kali
                        menyeberangi selat
                        pergi ke arah barat
10.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan serta dokumen resmi. Misalnya:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dewan Perwakilan Rakyat
Kerajaan Iran
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini:
menurut undang-undang dasar kita
pemerintah republik itu
11.  Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti: di, ke, dari, untuk, dan, yang, yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Pelajaran Ekonomi untuk Sekolah Lanjutan Atas
Salah Asuhan
12.  Huruf besar atau kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan. Misalnya:
Dr.                   Doktor
M.A                 Master of Arts
Ny.                  Nyonya
Prof.                Profesor
S.H.                 Sarjana Hukum
13.  Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Misalnya:
Kapan Bapak berangkat?
Itu apa, Bu?
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Silakan duduk, Dik!
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Catatan: Huruf besar atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Misalnya:
               Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
               Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga
               Semua camat dalam kabupaten itu hadir

B. Penggunaan Tanda Baca

1. Tanda Titik (.)
(1)         Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang datang
Hari ini tanggal 6 April 1973
(2)         Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Misalnya:
A.S. Karamiwadun
Muh. Yamin
(3)         Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan. Misalnya:
Dr.                Doktor
Kep.             Kepala
Kol.              Kolonel          
M.B.A                      Master of Business Administration
M.Sc             Master of Science
Ny.               Nyonya
(4)         Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik. Misalnya:
a.n    atas nama
dkk.  dan kawan-kawan
hlm.  halaman
tsb.   tersebut
(5)         Tanda titik di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
a.             Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
b.            Direktorat Jenderal Agraria
Penyiapan Naskah:
1.      Patokan Umum
            Isi karangan
            Ilustrasi
            Gambar Tangan
            Tabel
            Grafik
(6)         Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yag menunjukkan waktu. Misalnya:
pukul 1.35.25 (pukul 1 lewat 3o menit detik)
(7)         Tanda titik tidak dapat dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1950 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 04567B. (Tanda titik di sini mengakhiri kalima.)
(8)         Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang tidak menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik).
(9)         Tanda titik tidak dapat dipakai dalam singkatan yang terdiri dari huruf-huruf awal kata atau suku kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat. Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
SMA Sekolah Menengah Atas
Sekjen Sekretaris Jendral
Ormas Organisasi massa
(10)     Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satua ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang. Misalnya:
Cu    Kuprum
kg     Berat yang diizinkan 100 kg ke atas.
Rp    567,00  Harganya Rp. 567,00 termasuk pajak.
I        Isinya 50 I bensin super
(11)     Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau  kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya. Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 45)
Salah Asuhan
(12)     Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan alamat penerima surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 Jakarta
1 April 1973
Yt. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43 Palembang
Kantor  Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 17 Jakarta
2. 1 Tanda Koma (,)
(1)         Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta
Satu, dua, ... tiga!
(2)         Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan. Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Kasim.
(3a)  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Misalnya:
         Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
         Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
(3b)  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat. Misalnya:
         Saya tidak akan datang kalau  hari hujan.
         Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
         Dia berpendapat bahwa soal itu tidak penting.
(4)         Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimatnya. Termasuk di dalamnya, oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
Jadi, soalnya tidaklah semudah itu.
(5)         Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
Kata ibu, “Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus.”
(6)         Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
(7)         Tanda koma dipakai antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu I, Bogor.
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Uni versitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
(8)         Tanda koma dipakai untuk  menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
Siregar, Merari. Azab dan Sengsara. Wel Tevreden, Balai Poestaka, 1920.
(9)         Tanda koma dipakai di antara tempat penerbitan, nama penerbitan, dan tahun penerbitan. Misalnya:
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta, Eresco, 1986.
(10)     Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk membedakan dari singkatan nama keluarga atau marga. Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
(11)     Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan dan di antara rupiah dan sen dalam bilangan. Misalnya:
12,54 m
Rp 12,50 (lambang Rp tidak diberi titik)
(12)     Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambah-an dan keterangan aposisi. Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki makan sirih.
Seorang mahasiswa, selaku wakil kelompoknya, maju cepat-cepat.
(13)     Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhiran dengan tanda tanya atau tanda seru, dan mendahului bagian lain dalam kalimat itu. Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.


2.2  Pemakaian Tanda Koma (,) sebelum Kata “dan”
Kata penghubung (konjungsi) dan berfungsi menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Misalnya, sapi dan  kuda; orang kaya dan rakyat melarat; Murid-murid bermain-main dan guru mengawasinya. Menurut contoh di atas, tidak digunakan tanda koma (,) sebelum kata dan, atau di belakang kata yang mendahului kata dan itu. Namun, menurut EYD, koma (,) digunakan di depan kata dan bila benda, hal, sifat yang disebutkan berturut-turut dalam kalimat lebih dari dua. Bunyi aturan itu sebagai berikut:
“Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.”
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Dalam kalimat di atas ini ada benda yang dirinci dan benda itu lebih dari dua, yaitu kertas, pena, tinta. Kalau benda yang disebutkan hanya dua buah, tidak digunakan tanda koma (,) pemisah itu. Misalnya, Amin dan  Udin, gedung dan gubuk, penduduk asli dan orang asing.
Koma tidak hanya digunakan di depan kata dan, namun dapat juga di depan kata penghubung lain yang digunakan dalam perincian. Misalnya: Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan prangko.
Dalam aturan di atas disebutkan juga ‘perincian atau pembilangan”. Contoh pembilangan sebagai berikut:
Satu, dua, tiga, ... empat!

Masih ada penggunaan koma yang salah kita lihat sekarang ini. Ejaan lama dan EYD berbeda dan karena orang terbiasa dengan cara penulisan menurut ejaan lama, sering koma masih dipakai dalam kalimat yang seharusnya tidak menggunakan koma.
Pada kalimat majemuk setara, koma digunakan di antara dua klausa yang dihubungkan itu. Dalam hal ini, ejaan lama dengan EYD sama.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
                 Dia bukan anak saya, melainkani anak Pak Kasim
                 Dia malas berusaha, sedangkan hidupnya susah.
Pada kalimat majemuk bertingkat yaitu kalimat dengan induk dan anak kalimat ada perbedaan antara ketentuan dalam ejaan lama dengan EYD. Dalam ejaan lama, di antara klausa induk dengan klausa anak selalu dibubuhkan koma.
Misalnya: (a) Bawalah payung, karena hari akan hujan.
                 (b) Karena hari akan hujan, bawalah payung.

Baik kalimat (a) maupun pada kalimat (b) digunakan koma untuk memisahkan kedua klausa. Kalimat (a) induk kalimat mendahului anak kalimat, sedangkan kalimat (b) sebaliknya. Nah, dalam EYD ditetapkan “tanda koma tidak tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat bila anak kalimat mengiringi induk kalimatmnya” artinya, di belakang induk kalimat yang diikuti oleh anak kalimat, tidak digunakan koma pemisah. Jadi kalimat (a) contoh di atas tidak menggunakan koma pemisah: Bawalah payung karena hari akan hujan.
Begitu juga dengan kalimat dengan anak kalimat lain. Perhatikan contoh berikut ini.
Dia pergi juga ke kantor meskipun badannya kurang sehat.
Jalan beraspal akan licin kalau hari hujan.
Kami tiba di rumah ketika malam sudah larut benar.

Kalimat-kalimat majemuk bertingkat di atas ini harus menggunakan koma sebagai pemisah klausanya bila susunannya diubah yaitu anak kalimat mendahului induk kalimat. Perhatikan:
Meskipun badannya kurang sehat, dia pergi juga ke kantor.
Kalau hari hujan, jalan beraspal akan licin.
Ketika malam sudah larut benar, baru kami tiba di rumah.

Perhatikan cara menggunakan koma seperti yang dijelaskan di atas ini. Ada perubahan penggunaan tanda baca koma menurut EYD dibandingkan dengan ejaan lama.

3. Tanda Titik Dua (:)
(1)         Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
         Yang kita perlukan sekarang ialah barang-barang yang berikut: kursi, meja dan lemari.
         Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
(2)         Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:
a.  Ketua:                                 Ahmad Wijaya
    Sekretaris:                           S. Handayani
    Bendahara:                          B. Hartawan
b. Tempat sidang:                    Ruang 104
     Pengantar acara:                 Bambang S.
     Hari:                                   Senin
     Jam:                                    9.30 pagi
(3)         Tanda titik dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
Ibu       :           “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir    :           “Baik, Bu.”
Ibu       :           “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
(4)         Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
(5)         Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan. Misalnya:
(i)                 Tempo, I (1971), 34:7
(ii)               Surah Yasin : 9
(iii)             Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup : Sebuah Studi, sudah terbit.
4. Penggunaan Tanda Titik Koma (;)
(1)         Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
Malam makin larut; kami belum selesai juga.
(2)         Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

C. Mencermati Penggunaan Kata

Kata perangkai adalah sekelompok kata yang berfungsi untuk merangkaikan atau menghubungkan kata-kata atau bagian-bagian kalimat, ataupun kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dan sekaligus menentukan jenis hubungannya. Yang termasuk kata perangkai adalah kata depan dan kata penghubung, dan keduanya merupakan bentuk terikat secara sintaksis. Berikut akan diuraikan beberapa kata perangkai.
1. Pemakaian Kata dari
Ada tujuh fungsi yang dimiliki kata perangkai dari, yaitu:
1.  Untuk menyatakan keterangan tempat asal sesuatu. Contoh:
                           - Paman baru datang dari Bandung.
-    Dari Surabaya saya naik kereta api.
-    Boneka ini ternyata oleh-oleh dari India.
-    Tukang sulap itu dapat mengeluarkan api dari mulutnya.
2.  Untuk menyatakan asal sesuatu di buat. Contoh:
-    Sepatu itu dari karet.
-    Baju itu terbuat dari kulit.
-    Betulkah sepatu itu dari kulit rusa?
-    Seniman itu membuat hiasan dari barang-barang bekas.
3.  Untuk menyatakan keteranan sebab. Contoh:
-    Dari  peristiwa G 30 S/PKI, lahirkah Kesaktian Pancasila.
-    Persoalan itu timbul dari peristiwa seminggu yang lalu.
-    Dari kecerobohannya mengemudi, terjadilah musibah kecelakaan itu.
-    Orang itu di –PHK dari ulahnya sendiri.
4. Untuk menyatakan bahwa sesuatu merupakan anggota dari suatu kelompok. Contoh:
-    Seorang dari mereka telah ditangkap sebulan yang lalu.
-    Itu baru salah satu dari sekian kebaikan yang biasa mereka lakukan.
-    Dari sekiran barang yang ada, hanya satu yang menarik.
-    Tiga orang dari kelompok perusuh itu ditangkap polisi.
5.  Dipakai bersama-sama kata tergantung membentuk ungkapan tetap. Contoh:
-    Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam belajarnya, tergantung dari kerajinan siswa itu sendiri di dalam belajar.
-    Maju atau mudurnya suatu negara di masa mendatang, tergantung dari sikap generasi sekarang.
-    Berhasil tidaknya studi kita, tergantung dari kita sendiri.
-    Berkembang tidaknya indutri kecil, banyak tergantung dari subsidi pemerintah.
6.  Untuk menyatakan kekhususan atau pembatasan suatu masalah atau hal. Contoh:
-    Dari segi kedokteran, penyakitnya sulit disembuhkan.
-    Dari pihak suami tidak ada masalah.
-    Anak itu sedang sakit dilihat dari sinar matanya.
-    Dari segi kemanusiaan, perbuatan orang itu sangat terpuji.
7.  Untuk menyatakan alasan. Dalam fungsinya yang demikian, kata dari dapat bervariasi dengan kata berdasarkan. Contoh:
-    Kesimpulan itu diambil dari pengamatan yang dilakukan selama ini.
-    Dari yang berhasil ditemukan, orang itu memang bersalah.
-    Buku itu ditulis dari pengalamannya selama anak itu memang ulet.
Ketujuh pemakaian kata dari di atas merupakan keseluruhan fungsi kata perangkai dari. Akan tetapi dalam kehidupan berbahasa sering kita jumpai pemakaian kata dari untuk menyatakan milik. Contoh:
a.          Anak dari Pak Camat baru pulang dari luar negeri.
b.      Ketua kelas dari II SMA hari ini tidak masuk.
c.                Kesimpulan dari diskusi kemarin sudah dirumuskan.
d.      Adik dari teman saya sedang dirawat di rumah sakit.

Pemakaian kata dari dalam kalimat a, b, c, dan d di atas merupakan pemakaian yang salah. Sebab dalam bahasa Indonesia, kata yang menyatakan pemilik dapat berhubungan langsung dengan sesuatu yan dimilikinya. Jadi antara kata anak dengan Pak Camat, antara ketua kelas dengan II SMA, antara kesimpulan dengan diskusi, dan antara adik dengan teman saya, terdapat hubungan milik (posesif), yang dapat berhubungan langsung. Jadi pemakaian kata dari dalam keempat kalimat di atas tidak perlu dipakai, karena hanya bersifat redundasi (mubazir). Cobalah hilangkan kata dari dalam kalimat a, b, c dan d di atas. Berubahkah arti kalimatnya?
Berbeda dengan pemakaian kata dari dalam kalimat a, b, c, dan d, maka kata dari dalam kalimat-kalimat contoh 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 di atas tidak dapat dihilangkan. Apabila kita hilangkan, maka makna kalimat-kalimat tersebut akan berubah, bahkan ada kalimat-kalimat lagi yang tidak lagi struktural. Akan tetapi ada pemakaian kata dari yang menyatakan milik, yang apabila dihilangkan akan menimbulkan keraguan arti kalimatnya (ambiguitas). Perhatikan beberapa contoh di bawah ini.
e.   Ayah dari ibu sudah sangat tua.
f.   Adik dari Sudin baru kelas lima SD.
g.  Ibu dari Bapak Kepala Sekolah sedang berpergian ke luar negeri, dan  sebagainya.
Apabila kata dari dalam kalimat tersebut dihilangkan, maka arti kalimatnya akan kabur, karena kata tersebut berfungsi untuk memperjelas hubungan milik antarkata yang dihubungkan. Perhatikan bagaimana jika ketiga kalimat di atas tidak menggunakn kata dari.
e.  Ayah ibu sudah sangat tua.
f.  Adik Sudin baru kelas lima SD.
g. Ibu Bapak Kepala Sekolah sedang berpergian ke luar negeri, dan sebagainya
Kekaburan arti yang ada dalam kalimat e’ terletak pada siapa yang sudah sangat tua, ayah dan ibu atau orang yang mempunyai anak ibu (kakek); kalimat f’ terletak pada siapa yang baru kelas lima SD, anak yang mempunyai kakak yang bernama Sudin atau seorang adik yang bernama Sudin; sedangkan kekaburan arti kalimat g’ terletak pada siapa yang berpergian ke luar negeri, ibu dan bapak kepala sekolah atau seorang ibu yang mempunyai anak kepala sekolah?

2. Pemakaian Kata Pada
Ada empat fungsi kata pada dalam bahasa Indonesia, yaitu:
1.      Sebagai pengantar keterangan tempat (pengganti di) untuk orang atau binatang. Contoh:
- Buku catatan saya ada pada Handini.
- Susuh umumnya hanya terdapat pada  ayam jantan.
- Apakah barang-barang yang ada padanya sudah dikirimkan?
- Sekarang surat itu ada pada orang tuanya.
2.      Sebagai pengantar keterangan waktu. Contoh:
- Pada hari libur banyak orang pergi ke pantai.
- Saya pernah berjumpa dengan dia pada suatu sore.
- Pada hari Minggu kami sekeluarga biasa pergi ke luar kota.
- Kelelawar mampu terbang dengan leluasa pada malam hari.
3.      Bersama-sama dengan kata tertentu membentuk suatu ungkapan, dengan arti menurut.
- Pada dasarnya saya tidak berkeberatan memberikan bantuan sebesar itu.
-   Pada hakikatnya setiap manusia mempunyai kodrat yang sama.
-   Pada umumnya orang kurang menyadari tujuan perbuatannya.
-  Pada prinsipnya saya menyetujui usul itu.
4.      Dipakai bersama-sama dengan kata bergantung, yang artinya sama dengan tergantung dari. Contoh:
-  Semua itu bergantung pada kemauan dan kemampaun kita sendiri.
- Boleh atau tidaknya barang itu dibawa, bergantung pada yang punya.

Dalam kehidupan berbahasa sering kita jumpai kata pada yang dipakai untuk menyatakan keterangan tempat selain manusia atau binatang. Perhatikan contoh berikut ini.
a.       Pada papan tulis terdapat tulisan  yang salah.
b.      Tolong ambilkan buku saya pada laci mejaku.
c.       Tempelkan gambar ini pada dinding kamarku sebelah kiri.
d.      Pada halaman yang luas terdapat bunga beraneka warna.
e.       Ada beberapa kesalahan pada lembaran soal dan sebagainya.

Semua pemakaian kata pada dalam kalimat di atas, kurang tepat dan sebaiknya diganti dengan kata depan di. Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah pembentukan gabungan tergantung dan bergantung. Melihat bentuknya maka kata tergantung lebih tepat mengambil gabungan dari kata dari, sedangkan kata bergantung dengan kata pada. Bandingkan kedua kalimat di bawah ini.
f.       Berhasil atau tidaknya seseorang dalam usahanya, bergantung pada nasib dan usahanya.
g.      Berhasil atau tidaknya seseorang dalam usahanya, tergantung dari nasib dan usahanya.

3. Pemakaian Kata daripada
Kata daripada merupakan kata depan majemuk yang berasal dari bentukan kata dari dan pada, yang menurut EYD harus ditulis serangkai. Sebagai kata depan, kata daripada hanya mempunyai satu fungsi yaitu untuk menyatakan suatu perbandingan.
Contoh: 1. Ali lebih rajin daripada Hasan.
             2. Hidup di desa lebih tenang daripada hidup di kota besar.
             3. Daripada duduk melamun, lebih baik membaca buku.
             4. Gedung itu lebih tinggi daripada rumah saya.
                 Dan sebagainya.
Akan tetapi sering kita jumpai kata daripada dipakai untuk menggantikan kata dari yang menyatakan milik, baik yang perlu maupun tidak perlu (lihat pemakaian kata dari). Di samping itu masih ada lagi bentuk pemakaian yang lain, yang kurang tepat. Perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Contoh: 5. Kebenaran daripada kata-katanya masih sangat diragukan.
            6. Kiriman daripadanya sudah saya terima seminggu yang lalu.
            7. Hasil daripada pembangunan diharapkan dapat dinikmati seluruh rakyat.
            8. Seorang daripada mereka mengundurkan diri ari kepengurusan.
Pemakaian kata daripada dalam kalimat-kalimat di atas (5,6,7, dan 8) harus dihilangkan karena kata-kata tersebut disamping merusak hubungan kata atau kelompok kata yang ada di depan da dibelakangnya, juga bersifat redundasi. Bentuk penyimpangan pemakaian kata daripada yang lain yaitu:
a.       Untuk menunjukkan bahwa sesuatu atau seseorang merupakan anggota dari suatu kelompok. Contoh:
9. Dua orang daripada regu pecinta alam itu, dikabarkan meninggal.
10. sebgaian daripada utangnya telah dibayarnya.
Kata daripada dalam kalimat nomor 9 dan 10, seharusnya diganti dengan kata dari.
  1. Untuk menyatakan perbandingan yang menunjukkan tingkat yang sama. Contoh:
11. Pada zaman dahulu harga rempah-rempah sama mahalnya daripada emas.
12. Daripada Toto, Husin sama pandainya.
Kata daripada dalam kalimat 11 dan 12 di atas, seharusnya diganti dengan kata dengan.
  1. Dipakai bersama-sama dengan kata tergantung. Contoh:
13. Semua itu tergantung daripada sarana yang ada.
14.  Maju atau mundurnya suatu perusahaan, tergantung daripada mengelolanya.
      Kata daripada dalam kalimat 13 dan 14, seharusnya diganti dengan kata dari.
4. Pemakaian Kata kepada
Pertama-tama kata depan kepada dipakai untuk mengantar objek tak langsung dalam suatu kalimat. Sebab di dalam kalimat bahasa Indonesia, hanya objek penderita dan objek pelaku yang dapat berhubungan langsung dengan predikatnya, sedang objek yang lainnya, objek penyerta dan objek berkata depan, tidak dapat berhubungan langsung dengan predikatnya. Karena itu, untuk menyatakan adanyta hubungan arti dan fungsi, kedua objek yang terakhir itu harus dibantu dengan kata depan. Perhatikan beberapa contoh pemakaiannya dalam kalimat. Contoh:
1.      Surat itu sudah diberikan kepada saya.
2.      Anak itu sering mengadu kepada ibunya.
3.      Saya sudah menulis surat kepada paman.
4.      Marilah kita tanyakan masalah itu kepada Bapak Kepala Sekolah.
5.      Hanya kepada mereka yang memerlukan, barang itu akan diberikan.
6.      Hadiah itu diberikan Bapak Kepala Sekolah kepada juara kelas.

Pemakaian kata kepada dalam kalimat-kalimat di atas sudah tepat, sehingga salah apabila diganti dengan kata lain, bahkan arti kalimatnya akan berubah sama sekali apabila kata kepada di situ dihilangkan.
Dalam struktur kalimat tertentu yang predikatnya berupa kata kerja aktif transitif berakhiran –kan dan berarti melakukan pekerjaan untuk orang lain, maka kata kepada tidak boleh dipakai untuk mengantar objek penyerta atau objek berkepentingan. Contoh:
7.      Saya membelikan adik sebuah buku. (bukan membelikan untuk adik)
8.      Pembantu membuatkan ayah segelas air jeruk. ( buka membuatkan kepada ayah
9.      Kakak mengambilkan adik sepiring nasi. (bukan mengambilkan kepada adik)
Dalam kalimat 7, 8, dan 9 di atas, fungsi kata kepada dan untuk telah dinyatakan oleh akhiran –kan secara implisit.
Fungsi lain yang dimiliki kata depan kepada yaitu mengantar objek dalam suatu kalimat yang predikatnya berupa kata sifat. Dalam hal ini kata kepada sama dengan kata terhadap dan akan. Contoh:
10.  Orang kaya itu sangat baik kepada tetangganya.
11.  Anak itu selalu patuh dan hormat kepada orang tuanya.
12.  Dia selalu saja ingat kepada peristiwa naas itu.
Bentuk penyimpangan yang sering kita jumpai dalam pemakaian kata depan kepada, yaitu dipakai untuk pengantar subjek dalam kalimat, sehingga kalimatnya tidak efektif dan tidak struktural. Perhatikan contoh berikut ini.
13.  Kepada generasi muda diharap berperan serta dalam pembangunan.
14.  Kepada murid kelas III SMA diharap mengisi formulir pendaftaran peserta EBTA/EBTANAS.
15.  Kepada mereka yang kehilangan tas diharap menghubungi tata usaha.
16.  Diminta datang ke kantor, kepada ketua kelas.
Keempat kalimat di atas (13, 14, 15 dan 16) adalah kalimat yang salah dan tidak efektif, karena tidak mempunyai subjek. Subjek yang sebenarnya telah berubah fungsinya menjadi objek penyerta, akibat dipakainya kata depan  kepada yang mendahuluinya. Jadi kata depan kepada dalam kalimat keempat kalimat di atas harus dihilangkan, sehingga subjek semula akan berfungsi kembali sebagai subjek. Kalimat-kalimat tersebut adalah:
13. Generasi muda diharap berperan serta dalam pembangunan.
14.  Murid kelas III SMA diharap mengisi formulir pendaftaran peserta  EBTA/EBTANAS.
15.  Mereka yang kehilangan tas diharap menghubungi tata usaha.
16. Diminta datang ke kantor, ketua kelas.
5. Pemakaian Kata di
Lepas dari hubungannya dengan bentuk lain, di memang bersifat ambivalen, artinya mempunyai dua kemungkinan fungsi; sebagai kata depan dan awalan. Sebagai awalan di merupakan morfem terikat secara morfologis, artinya suatu morfem atau bentuk yang baru mempunyai arti yang pasti apabila telah dihubungkan dengan morfem lain sehingga membentuk suatu kata. Sebagai awalan, selanjutnya di harus ditulis serangkai/ bersambung dengan kata yang mengikutinya, dan berfungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif. Sedangkan di sebagai kata depan, merupakan morfem terikat secara sintaksis, artinya suatu morfem atau atau bentuk yang baru mempunyai arti yang pasti apabila dihubungkan dengan kata yang mengikutinya, dan berfungsi sebagai kata yang menyatakan keterangan tempat atau menyatakan keterangan waktu tak tentu.
Untuk dapat membedakan kedua fungsi di yang sering dikacaukan cara penulisannya, maka berikut ini akan diuraikan ciri pokok yang dimiliki masing-masing. Bentuk di, sebagai awalan, maka di kan? Sedangkan di sebagai kata depan, di bersama kata yang mengikutinya akan dapat menjawab pertanyaan Di mana? Atau Kapan?
Dari uraian di atas jelaslah bahwa di sebagai awalan dn sebagai kata depan, masing-masing mempunyai fungsi dan arti yang berbeda. Berikut ini akan diuraikan di sebagai kata depan. Adapun fungsi di sebagai kata depan, adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menyatakan atau mengantar kata keterangan tempat selain manusia atau binatang, baik tertentu maupun tak tentu. Contoh:
- Saya membeli buku di toko Serba Ada.
- Orang tua saya sedang berada di luar kota.
- Barang itu sekarang disimpan di suatu tempat.
- Ia tinggal di sebuah rumah yang tidak jauh dari sini.
2.      Menyatakan atau mengantar keterangan waktu tak tentu. Contoh:
- Di saat usianya sudah lanjut, orang itu semakin tekun beribadat.
- Percayalah, kita pasti akan bertemu lagi di suatu saat nanti.
- Amir masuk kelas di saat Pak Guru sedang menerangkan.
3.      Berama-sama dengan kata lain akan membentuk kata bantu tanya yang berhubungan dengan tempat. Contoh:
- Di mana  kausimpan bukuku kemarin?
- Di sinikah rumah Bapak Bupati?
- Di mana rumahmu?
Adapun bentuk penyimpangan pemakaian kata depan di yang sering kita jumpai adalah:
1.      Dipakai untuk menyatakan keterangan tempat yang berupa manusia dan binatang. Contoh:
- Buku catatanku ada di Ali.
- Kunci kelas ada di Pak Hasan.
- Di gajah kita lihat gading, di harimau kita lihat belang.
Kata depan di dalam kalimat-kalimat di atas, seharusnya diganti dengan kata depan pada.
2.      Dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat. Contoh:
a.       Setiap hari Senin di sekolahanku mengadakan latihan kesenian.
b.      Di setiap desa menjelang peringatan 17 Agustus mengadakan berbagai macam perlombaan dan pertandingan.
c.       Di perusahan swasta itu masih memerlukan tenaga kerja.
d.      Setelah dibuka, di tas itu ternyata berisi surat-surat penting.
Apabila kita perhatikan betul-betul, subjek kalimat a, b, c, dan d di atas, secara berturut-turut adalah sekolahku, setiap desa, perusahaan swasta itu, dan tas itu. Akan tetapi karena masing-masing diberi ber- pengantar kata depan di, maka subjek-subjek tersebut berubah fungsinya menjadi keterangan tempat, sehingga keempat kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak baku atau tidak struktural, karena masing-masing tidak mempunyai subjek.
Untuk membuat keempat kaliamat di atas menjadi kalimat yang baku dan struktural, kita harus menampilkan suatu kata yang berfungsi sebagai subjek, dengan jalan:
  1. Menghilangkan kata depan di untuk mengangkat atau mengembalikan subjek semula, sehingga keempat kalimat tersebut berubah menjadi:
    1. Setiap hari Senin sekolahanku mengadakan latihan kesenian.
    2. Setiap desa menjelang peringatan 17 Agustus mengadakan berbagai macam perlombaan dan pertandingan.
    3. Perusahan swasta itu masih memerlukan tenaga kerja.
    4. Setelah dibuka, tas itu ternyata berisi surat-surat penting.
Dengan demikian, maka setiap kata/ kelompok kata yang diberi bergaris bawah tersebut, berfungsi sebagai subjek bagi kalimatnya.
  1. Mengubah predikatnya menjadi kata kerja pasif (untuk kalimat a,b dan c).
a”. Setiap hari Senin, di sekolahku diadakan latihan kesenian.
b”. Di setiap desa menjelang peringatan 17 Agustus diadakan berbagai macam perlombaan dan pertandingan.
c”. Di perusahaan swasta itu masih diperlukan tenaga kerja.
Dalam kalimat a”, b” dan c” di atas, kelompok kata di sekolahku, di setiap desa, dan di perusahaan itu tetap berfungsi sebagai keterangan tempat (lihat kalimat a, b, dan c di atas), sedangkan subjeknya adalah latihan kesenian, berbagai macam perlombaan dan pertandingan, dan tenaga kerja. Karena itu kalimatnya menjadi kalimat inversi atau susunan balik. Coba ubah menjadi kalimat logis atau kalimat wajar.
  1. Menambahkan kata lain yang akan berfungsi sebagai subjek (untuk kalimat a, b, dan c).
a”. Setiap hari Senin, di sekolahku murid-murid mengadakan latihan kesenian.
b”. Di setiap desa menjelang peringatan 17 Agustus, rakyat mengadakan  berbagai macam perlombaan dan pertandingan.
c”. Di perusahaan swasta itu, bagian administrasi masih memerlukan tenaga kerja.
Dalam ketiga kalimat terakhir ini, kata atau kelompok kata yang berfungsi sebagai subjek adalah yang dicetak miring. Sedangkan kelompok kata latihan kesenian, berbagai macam perlombaan dan pertandingan, dan tenga kerja, masing-masing berubah fungsinya menjadi objek penderita (01) bagi kalimatnya. Sedangkan kelompok kata yang di dalam kalimat a”, b”, dan c” berfungsi sebagai keterangan tempat, tetap sebagai keterangan tempat.
6. Pemakaian Kata ke
Seperti halnya bentuk di di atas, ke pun mempunyai dua fungsi yaitu sebagai awalan dan sebagai kata depan. Sebagai awalan ke harus disambung dengan yang mengikutinya, sedangkan sebagai kata depan ke harus dipisah dengan kata yang mengikutinya. Sebagai awalan, ke dengan atau tanpa akhiran berfungsi sebagai:
a.       Pembentuk kata benda: kekasih, ketua, kehendak, keadilan, kebenaran, keberangkatan, kesulitan, kepergian, dan sebagainya.
Arti yang didukungnya adalah ‘sesuatu yang di .... “atau “sesuatu yang bersifat”, atau “hal”.
  1. Pembentukan kata kerja dengan arti “sesuatu yang terjadi tanpa disengaja”, atau “kena/ merasa”. Contoh:
kejatuhan, ketubruk, ketinggalan, (dia) kesulitan, kesakitan, keberatan, ketekanan, dan sebagainya.
Bentukan awalan “ke” pada contoh b ini merupakan akibat adanya pengaruh dari bahasa Jawa. Hal ini dapat kita lihat pada bentukan konfiks ke-an yang di dalam bahasa Jawa juga berarti “terlalu” seperti: ketinggian, kekecilan, kemahalan, kebanyakan, kepagian, kepanjangan, dan sebagainya.
Sedang “ke” sebagai kata depan, berfungsi untuk:
a.       Menyatakan keterangan tempat tujuan, baik tentu maupun tak tentu.
Contoh:  ke kantor, ke sekolah, ke luar negeri, ke suatu  tempat, ke mana saja, ke sawah, dan sebagainya
b.      Bersama-sama kata mana, kata depan ke akan membentuk kata bantu tanya.
Contoh: - Ke mana Anda selama ini?
              - Ke mana mereka akan pergi ?
Sebagai kata depan, maka ke harus ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, dengan ciri bahwa ke bersama kata yang mengikutinya itu dapat menjawab pertanyaan Ke mana?
Bentuk penyimpangan yang sering terjadi, yaitu kata depan ke ditulis bersambung dengan kata yang mengikutinya, seperti halnya awalan. Perhatikan contoh berikut ini.
ke sini              ditulis              kesini
            ke mari            ditulis              kemari
            ke mana           ditulis              kemana
            ke luar             (lawan kata ke dalam) ditulis keluar

Bentuk penyimpangan yang lain, yaitu dipakainya kata depan ke untuk menyatakan tempat terjadinya atau tempat beradanya sesuatu.
Contoh: 1. Ibu mendudukan adik ke kursi.
              2. Guru meletakkan tas ke atas meja.
              3. Kepala sekolah menempelkan pengumuman ke dinding.
              4. Adik membuang kulit pisang ke tempat sampah.
              5. Ketua panitia memasang mahkota ke kepala pemenang pertama lomba kecantikan.
Semua kat yang mengikuti kata depan ke dalam kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas, lebih menunjukkan lokatif, dan bukan menunjukkan tempat tujuan. Karena itu, kata depan ke di atas lebih tepat diganti dengan kata depan di.
Bagaimankah penulisan ke dengan luar dalam kalimat berikut ini?
6. Pengumuman hasil EBTA baru saja ........
7. Dalam perlombaan cepat tepat antar –SMA yang baru lalu, SMA kami .... sebagai juara pertama.
8. Uang sejumlah seratus ribu terpaksa saya ..... kan untuk biaya operasi.
9. Pada waktu istirahat, anak-anak berhamburan ...... kelas.
10. Minggu yang lalu, kami sekeluarga ..... kota.

Untuk kalimat 6,7, dan 8, ke dan luar harus ditulis bersambung karena kedua unsur itu sudah padu dan merupakan bentuk lawan dari ke dalam. Akan tetapi ke dan luar dalam kalimat 9 dan 10, harus dipisah, karena ke dalam kedua kalimat tersebut menyatakan keterangan tujuan, dan merupakan bentuk lawan dari ke dalam.

7. Pemakaian Kata atas
Ada beberapa fungsi yang diduduki kata depan atas, yaitu:
  1. Dipakai dalam arti terhadap dan letaknya selalu di depan kata benda yang berfungsi sebagai objek berkata depan. Contoh:
- Saya mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan.
- Dia jugalah yang harus bertanggung jawab atas kesalahannya.
- Mereka merasa bersyukur atas keberhasilan yang diperolehnya.
  1. Dipakai dalam arti berkat atau akibat, yang menyatakan keterangan sebab akibat. Contoh:
- Semua itu berhasil atas usahanya yang gigih.
- Perusahaan orang itu dapat berdiri atas prakarsa orang tuanya.
- Barang-barang itu diperoleh atas usahanya sendiri.
  1. Dipakai dalam arti dengan. Contoh:
- Dia memberikan sumbangan kepada yayasan itu atas nama keluarganya.
-  Kami datang ke pesta itu atas undangannya.
-  Ternyata mereka melakukan semua itu atas kemauannya sendiri.
  1. Dipakai untuk menyatakan suatu pemerian atau rincian. Contoh:
- Para peserta perlombaan terdiri atas dua golongan.
- Unsur penilaian hendaknya didasarkan atas obejektif tindakannya.
- Uraian kalimat tersebut atas jabatannya.

Adapun bentuk penyimpangan dalam pemakaian kata depan atas sering kita jumpai, yaitu dipakainya kata depan tersebut bersama-sama kata terdiri, terbagi, dan terbuat. Perhatikan contoh berikut ini.
  1. Perkumpulan itu terdiri atas orang-orang yang berbeda status sosialnya.
  2. Semua soal dibagi atas tiga kelompok.
  3. Kain itu terbuat atas serat-serat jerami yang telah diproses.
Dalam hal yang demikian, maka kata atas dalam kalimat 1 dan 3 lebih tepat diganti dengan kata depan dari, sedangkan dalam kalimat 2, lebih tepat diganti dengan kata menjadi.
Perhatikan juga: dibedakan                             bukan              dibedakan menjadi
                           terbagi atas                           bukan              terbagi menjadi

8. Pemakaian Kata dan dan dengan
Pertama-tama fungsi yang dimiliki kata dan dalam kalimat yaitu untuk menyatakan penggabungan, sedangkan kata dengan berfungsi untuk menyatakan kesertaan. Karena itu pemakaian keduanya jelas berbeda dalam suatu kalimat.
Contoh: 1. Ali dan Amir pergi ke Surabaya kemarin.
              2. Ali pergi ke Surabaya dengan Amir kemarin.
Dalam kalimat nomor 1, hubungan antara Ali dan Amir adalah hubungan penggabungan, sedangkan hubungan Ali dan Amir dalam kalimat nomor 2 adalah hubungan kesertaan. Dengan demikian, kedua kata penghubung tersebut, dan dan dengan, tidak dapat bervariasi satu dengan yang lain. Jadi salah apabila dalam kalimat satu dipakai kata dengan dan dalam kalimat 2 dipakai kata dan.
Fungsi lain yang dimilikki kedua kata penghubung tersebut adalah:
h.1. Kata dan
Pertama-tama kata penghubung dan dipakai untuk menyatakan hubungan penggabungan. Contoh:
a.       Guru dan murid bersama-sama berusaha memajukan sekolah.
b.      Ayah dan ibu baru saja datang dari Jakarta.
c.       Sandang dan pangan merupakan kebutuhan primer manusia.
Di samping itu, kata penghubung dan dipakai juga untuk mengantar penyebutan terakhir dalam suatu pemberian. Secara fungsional, dan di sini juga menyatakan penggabungan. Hanya saja dalam pemakaian yang demikian, kata penghubung dan harus didahului tanda koma (,). Contoh:
d.      Buku, pensil, penggaris, dan penghapus adalah alat tulis.
e.       Sebagai generasi muda kita harus kritis, kreatif,ulet, dan bertanggung jawab.
f.       Sisa uang sakunya dibelikan tas, sepatu, dan keperluan sekolahnya.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kata penghubung dan hanya berfungsi untuk menyatakan hubungan penggabungan. Namun dalam kehidupan berbahasa sering kita jumpai pemakaian dan yang tidak berfungsi apa-apa atau redundasi. Perhatikan beberapa contoh berikut ini.
1. Dan akhirnya, dia pun pergi meninggalkan rumah itu.
2. Dan sebentar saja orang sudah berdatangan menambah ramainya suasana.
3. Dan demikianlah akhirnya, tamu-tamu meninggalkan rumah itu satu persatu.
Bahkan kadang-kadang pemakaian kata dan bukan hanya redudansi, melainkan merusak struktur kalimat, karena dipakai untuk mengantar subjek. Contoh:
4. Dan aku pun terpaksa membatalkan rencana keberangkatan.
5. Dan mereka tidak tahu lagi, kepada siapa harus mengadu.
6. Malam semakin larut, dan hatiku semakin cemas.
Selain pemakaian kata penghubung dan dalam kalimat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 tidak berfungsi bahkan merusak struktur kalimat, bila dihilangkan pun tidak mempengaruhi makna kalimatnya. Cobalah buktikan.
h. 2. Kata dengan
Fungsi dan arti lain yang didukung kata penghubung dengan adalah:
a. Dipakai untuk menyatakan keterangan alat. Contoh:
   Contoh : - Ibu memotong kain dengan gunting.
                  - Mereka datang dengan mobil.
                  - Pemain kuda kepang itu mengupas kelapa hanya dengan giginya.
b. Dipakai untuk menyatakan keterangan kualitatif.
    Contoh: - Anak itu memperhatikan pelajaran dengan sungguh-sungguh.
                  - Gunung itu meletus dengan dahsyatnya.
                  - Gadis itu menari dengan lemah gemulainya.
c. Dipakai untuk menyatakan keterangan cara.
   Contoh: - Mereka mendaki gunung yang terjal itu dengan merayap.
                 - Ia membiayai studinya dengan berjualan Koran.
                 - Orang buta itu mempertahankan hidupnya dengan minta-minta
d. Dipakai untuk menyatakan keselarasan dari dua hal atau lebih.
   Contoh: - Pakaian anak itu serasi benar dengan  warna kulitnya.
                 - Apa yang dikatan cocok benar dengan kenyataannya.
                 - Harga barang itu sesuai dengan kemampuanku.
e.       Bersama-sama kata tertentu membentuk ungkapan tetap dan berfungsi untuk memperjelas hubungan.
      Contoh: bertalian dengan, berhubungan dengan, sejalan dengan, berkaitan dengan, sama dengan dan sebagainya.
f.  Untuk menyatakan batas waktu tertentu.
    Contoh: -  Pendaftaran murid baru dibuka dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 12 Agustus 1985.
                   -   Peraturan itu masih berlaku sampai dengan hari ini.
                  -  Mereka bekerja dari jam 07.00 sampai dengan jam 18.00 tiap hari.
Keterangan waktu yang terletak setelah kata penghubung dengan, masih termasuk. Artinya tanggal 12 Agustus 1985 masih merupakan waktu pendaftaran, hari merupakan waktu saat berlakunya peraturan, demikian juga pukul 18.00 tiap hari masih waktu bekerja bagi mereka.
Adapun bentuk penyimpangan atau kesalahan yang sering terjadi dalam pemakaian kata penghubung dengan antara lain:
1.      Bersifat redundasi, karena tidak mempunyai fungsi tertentu, bahkan akan merusak hubungan antarkata yang diselanya.
Contoh: a. Bersama dengan surat ini saya akan mengirimkan foto.
              b. Berhubung dengan surat lamarannya tidak sampai ke alamat, maka namanya tidak terdaftar.
              c. Mengingat dengan padatnya acara, maka pertemuan pengurus terpaksa ditunda.
Kalimat a, b, dan c di atas kurang tepat, karena antara kata bersama  dengan surat ini, antara berhubung dengan surat lamarannya, dan antara mengingat dengan padatnya acara, sudah demikian eratnya dan masing-masing pasangan tersebut sudah dapat berhubungan langsung. Karena itu, kata penghubung dengan dalam ketiga kalimat di atas lebih tepat dihilangkan.
2. Dipakai sebagai akibat pengaruh bahasa Jawa (karo)
    Contoh: d. Adik saya yang bungsu sangat sayang dengan kucingnya.
                  e. Dia sangat baik dengan tetangganya.
                   f. Mereka hormat sekali dengan guru dan orang tuanya.
Pemakaian kata dengan dalam ketiga kalimat di atas lebih tepat diganti dengan kata depan kepada. Sebab kata atau kelompok kata yang menggikuti kata penghubung dengan di atas, masing-masing berfungsi sebagai objek berkata depan yang predikatnya berupa kata sifat (sangat sayang, sangat baik, hormat sekali). Untuk kata yang berobjek kata depan, yang predikatnya berupa kata sifat, maka objek tersebut diantar kata depan kepada. Lihat pemakaian kata depan kepada.
9. Pemakaian Kata karena
Kata penghubung karena berfungsi untuk menyatakan keterangan sebab dalam suatu kalimat. Dalam pemakaiannya, kita sering menjumpai kata karena digabungkan dengan kata oleh. Pemakaian yang demikian tidak benar, sebab kata karena sudah secara jelas menyatakan hubungan sebab. Pemakaian kata oleh yang digabungkan kata karena, sebetulnya juga berarti sebab atau karena.
Contoh: Anak itu celaka oleh ulahnya sendiri.
              Mpu Gandring meninggal oleh kerisnya sendiri.
Sedangkan fungsi oleh yang lain adalah untuk mengantar objek pelaku atau agensif tertentu, yang predikatnya tidak dapat berhubungan langsung. Bagi kalimat yang antara predikat dengan objek pelakunya sudah dapat berhubungan langsung, maka kata oleh tidak boleh dipakai.
Jadi berdasarkan uraian di atas, pemakaian kata oleh sebagai gabungan dari kata penghubung karena tidak tepat, karena untuk menyatakan adanya hubungan sebab akibat, kata karena dapat sendiri. Perhatikan kalimat berikut ini.
Contoh:
1.      Karena hari hujan, Esti tidak masuk sekolah.
2.      Sekarang kelas tiga lebih rajin belajar, karena akan menghadapi ujian.
3.      Buku itu mahal harganya, karena isinya sangat baik.

10. Pemakaian Kata agar dan supaya
Kata penghubung agar berfungsi sebagai pengantar keterangan tujuan dari suatu perbautan atau tindakan, sama dengan arti dan fungsi kata penghubung supaya. Perhatikan dua kalimat berikut ini.
1.      Amir belajar dengan rajin agar naik kelas.
2.      Amir belajar dengan rajin supaya naik kelas
Mengingat bahwa kedua kata penghubung tersebut merupakan sinonim yang baik arti maupun fungsinya sama, maka salahlah apabila kedua kata tersebut digabung jadi satu dalam pemakaiannya. Kedua kata penghubung tersebut dapat bervariasi secara bebas, tanpa menimbulkan perbedaan arti kalimat yang dilekatinya. Sehingga apabila kita sudah menggunakan kata agar tidak boleh lagi kita gunakan kata supaya,seperti kalimat di bawah ini.
- Operasi serba ddigalakkan agar suapaya masyarakat semakin menyadari tertib lalu-lintas.
Pemakaian kata agar supaya dalam kalimat di atas merupakan gejala hiperkorek. Sebab, kalimat tersebut sama artinya dengan:
- Operasi serba ddigalakkan agar-agar masyarakat semakin menyadari tertib lalu-lintas. Atau
- Operasi serba ddigalakkan suapaya-suapaya masyarakat semakin menyadari tertib lalu-lintas.
Bentuk hiperkorek seperti di atas, sering kali kita jumpai dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Perhatikan juga bentuk hiperkorek berikut ini.
Contoh:
1.      Sejak zaman dahulu kala orang sudah pandai bercocok sekolah.
2.      Sejak dari (sedari) semula, saya sudah mengingatkan.
3.      Kalau misalnya ia tidak jadi pergi, pekerjaan ini sudah selesai.
Semua kelompok kata yang dicetak miring dalam kalimat di atas merupakan bentuk atau gejala hiperkorek. Hiperkorek dalam kalimat 1 terletak pada pemakaian kata zaman dan kala. Kata zaman sama artinya dengan kata kala, sehingga harus kita pakai salah satu saja. Jadi kalimat yang baku adalah:
1”. Sejak zaman dahulu orang sudah pandai bercocok tanam.
2”. Sejak dulu kala orang sudah pandai bercocok  tanaman.
Hiperkorek dalam kalimat 2 terletak pada pemakaian kata sejak dan dari; yang keduanya mempunyai arti dan fungsi yang sama. Keduanya dapat bervariasi secara bebas. Jadi kalimat yang berlaku adalah:
2’. Sejak semula saya sudah mengingatkan.
2”. Dari semula saya sudah mengingatkan.
Sedangkan hiperkotek dalam kalimat 3, dtimbulkan oleh pemakaian kata kalau dan misalnya. Sama halnya dengan bentuk-bentuk sebelumnya, kedua kata tersebut merupakan bentuk sinonim yang baik arti ataupun fungsinya sama sehingga keduanya pun dapat bervariasi secara bebas. Karena itu bentuk pemakaian yang baku adalah:
3’. Kalau ia tidak jadi pergi, pekerjaan ini sudah selesai. Atau
3”. Misalnya ia tidak jadi pergi, pekerjaan ini sudah selesai.
Bahkan sering kita jumpai pemakai bahasa memakai bentukan seperti jikalau seandainya. Kesalahan ini merupakan kesalahan ber- ganda, karena bentuk gabungan tersebut berasal dari jika dan kalau  yang keduanya mempunyai arti dan fungsi yang sama dengan kata seandainya atau misalnya. Jadi jikalau, seandainya atau misalnya. Jadi jikalau seadainya sama artinya dengan jika-jika-jika atau kalau-kalau-kalau atau seandainya-seadainya-seandainya. Bentuk lain seperti kadangkala merupakan bentuk sendiri kadang-kala merupakan bentuk sandi rancu dari kadang-kadang dan ada kalanya.
11. Pemakaian Kata untuk
Ada beberapa fungsi yang dimiliki kata penghubung untuk, yaitu:
1.  Untuk menyatakan keterangan tujuan dari suatu perbuatan atau tindakan. Dalam fungsinya yang demikan, kata untuk berarti guna.
     Contoh:
a.       Orang tua itu bekerja siang malam untuk membiayai sekolah anaknya.
b.      Untuk mendapatkan gadis itu, pemuda itu menggunakan berbagai cara pendekatan.
c.       Hasan mencari surat keterangan berbadan sehat dari dokter untuk melengkapi persyaratan lamarannya.
2.  Untuk mengantar objek penyerta (O2). Dalam fungsinya yang demikian, kata untuk berarti demi.
Contoh:
d.      Dikorbankanlah jiwa raganya untuk nusa dan bangsa.
e.       Ayah membeli sepatu untuk adik.
f.       Untuk pemenang pertama, disediakan hadiah yang menarik.
Dalam pemakaiannya yang demikian, maka kata untuk tidak boleh mengikuti kata kerja transitif yang berakhiran –kan. Sebab kata kerja transitif apabila mendapat akhiran –kan, akhiran –kan tesebut berarti melakukan pekerjaan untuk orang lain. Perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Contoh: - Ibu membelikan untuk adik baju.
              - Kakak mengambilkan untuk ayah segelas kopi.
              - Tuti membawakan untuk Ani sebungkus kue.
Jadi kata untuk dalam ketiga kalimat di atas, sebaiknya dihilangkan. Gejala hiperkorek yang lain, yaitu dipakainya kata demi dan untuk bersama-sama. Sebab kedua kata tersebut merupakan sinonim yang baik arti dan fungsinya sama.
3. Dipakai untuk mengantar objek berkata depan (04), yang artinya sama dengan terhadap
     Contoh:
g.      Untuk masalah itu, saya belum bisa komentar.
h.      Untuk diri sendiri saja, saya masih harus banyak belajar.
i.         Saya sulit untuk mencapai angaka 8, untuk matematika.
Bentuk penyimpangan dalam pemakaian kata untuk antara lain:
1. Dipakai di antara dua kata kerja yang letaknya berurutan, dan yang keduanya  sudah dapat berhubungan langsung.
  Contoh: - Hadirin dimohon untuk berdiri sejenak.
                - Ketua OSIS ditugasi untuk menyusun program kerja.
                - Para peserta EBTA diharap untuk mengisi daftar hadir.
Supaya ketiga kalimat tersebut menjadi kalimat baku, maka kata penghubung untuk dihilangkan.
2. Dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat.
    Contoh: a. Untuk dia perlu mendapatkan perhatian khusus.
                 b. Untuk kalimat nomor 1 dan 2, memerlukan objek langsung.
                 c. Untuk siapa saja yang merasa kehilangan tas, harap menghubungi tata usaha.
Subjek kalimat a, b, dan c di atas secara berturut-turut adalah dia, kalimat nomor 1 dan 2, dan siapa saja yang merasa kehilangan tas. Akan tetapi karena diberi berpengantar untuk maka berubah fungsi berubah menjadi objek berkata depan. Dengan demikian, maka kalimat-kalimat di atas (a, b dan c) tanpa subjek. Untuk menciptakan subjek, sehingga ketiga kelimat di atas structural, ada dua cara, yaitu:
A. Mnghilangkan kata untuk sehingga kalimatnya menjadi”
a.       Dia perlu mendapat perhatian khusus.
b.      Untuk kalimat nomor 1, dan 2 memerlukan objek langsung.
c.       Siapa yang merasa kehilanan tas, harap menghubungi tata usaha.
B. Mengubah kata kerja yang menduduki predikat menjadi kata kerja aktif.
      a”. Untuk di perlu didapatkan, perhatian khusus.
      b”. Untuk kalimat nomor 1 dan 2, diperlukan objek langsung.
      c“. siapa saja yang merasa kehilangan tas, harap ihubungi, tata usaha.
Dalam kalimat a”, b” dan c” di atas kelompok kata untuk dia, untuk kalimat nomor 1 dan 2, dan untuk siapa saja yang merasa kehilangan tas, berfungsi sebagai objek sedangkan subjekya adalah perhatian khusus untuk kalimat a”, objek langsung untuk kalimat c”. Sedangkan dalam kalimat a’, b’ dan c’ di atas, kata atau kelompok kata yang brfungsi sebagai subjek  adalah sebagai subjek dia kalimat, nomor 1 dan 2, dan siapa yang merasa kehilamgan tas.
13. Pemakaian Kata tidak dan bukan
Kata tidak dan bukan, sama-sama kata ingakr. Seperti halnya kata perlombaan dan pertandingan, kedua kata itu mempunyai kemiripan makna. Namun demikian keduanya tidak dapat bervariasi secara bebas, karena keduanya mempunyai fungsi yang berbeda. Kata tidak dipakai untuk mengingkari kata kerja, kata sifat kata keterangan, dan perluasannya. Sedangkan kata bukan adalah kata ingkar yang dipakai untuk mengingkari kata benda, kata ganti dan kata bilangan.
Contoh: a. Anak kecil itu tidak menangis ditinggal ibunya pergi.
              b. Harga buku itu tidak mahal jika dilihat dari isinya.
              c. Ia tidak akan berangkat sebelum kaujemput.
              d. Anak itu bukan adik saya.
              e. Bukan dia yang mengarang lagu itu.
Akan tetapi dalam kalimat yang bersifat kolektif (mengoreksi), kata bukan sering juga dipakai untuk mengingkari kata kerja atau kata sifat.
Contoh: g. Bukan menyanyi itu, melainkan berteriak.
              h. Bukan lupa mengerjakan tugas ia, melainkan malas.
Bahkan kadang-kadang kata tidak dipakai bersama-sama dengan kata bukan, yaitu dalam pengingkaran ganda. Artinya, kata ingkar bukan dipakai untuk mengingkari suatu pengingkaran yang dinyatakan oleh kata tidak,sehingga makna yang ditimbulkan sesuai dengan yang diingkarinya. Kalimat bukan tidak mau ia mengerjakan soal itu, berarti ia mau.
Contoh lain: i. Bukan tidak ingin saya membeli buku itu, melainkan tidak punya uang.
                       j. Bukannya tidak ada perhatian orang tua, melainkan anaknya sendiri yang memang nakal.
                       k.Dia bukan tidak berani, melainkan tidak diizinkan orang tuanya.
Apabila kalimatnya tidak bersifat kolektf, maka kata bukan tidak boleh dipakai untuk mengingkari kata selain kata benda, kata ganti, dan kata bilangan. Sedangkan kata tidak tidak boleh dipakai untuk mengingkari kata benda, kata ganti dan kata bilangan. Apabila kata tidak dipakai untuk mengingkari kata bilangan, maka kata tidak harus bersama-sama kata ada, jadi kita gunakan kata tidak ada. Perhatikan beberapa pemakaian yang salah berikut ini. Contoh:
- Amir bukan mengerjakan latihan, sehingga dimarahi gurunya.
- Setelah didekati, ternyata pemandangan itu bukan indah.
- Mereka bukan naik kendaraan umum waktu datang ke rumahku.
- Tidak seratus rupiah harga buku itu.
- Tidak orang yang menabrak yang bersalah, tetapi orang yang menyeberang tanpa perhitungan itu yang melanggar lalu lintas.
14. Pemakaian Kata antar dan antara
Disamping mempunyai kemiripan makna, kedua kata tersebut juga mempunyai kemiripan bentuk. Akan tetapi fungsi yang dimilikinya berbeda, sehingga keduanya tidak dapat bervariasi secara bebas. Kata antara dipakai apabila diikuti oleh kedua objek atau dua hal, yang biasanya dikombinasikan dengan pemakaian kata dengan, dan kadang-kadang didahului kata depan di (di antara).
Contoh: 1. Tidak ada masalah apa-apa antara saya dengan dia.
             2. Harus ada perasaan saling menghormati dan saling percayai antara (di antara) guru dengan murid.
             3. Antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lain, harus saling membantu dan saling mengerti.
             4. Dalam persidangan itu terjadi baku tuduh antara (di antara) hakim dengan jaksa.
Sedangkan kata antar sebagai kata tugas akan diikuti satu objek atau hal yang bermakna jamak, dan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: 5. Masalah itu hanya didiskusikan antarmurid.
             6. Kita senantiasa menjaga dan meningkatkan kerukunan antarwarga.
             7. Seminggu yang lalu telah diadakan pertandingan bulu tangkis antarmurid SMA.
             8. Perkelahian antarpelajar, akan menghambat perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara di masa mendatang.
Selain fungsi yang telah diuraikan di atas, khusus untuk kata antara masih mempunyai fungsi yang lain, yaitu:
a. Untuk menyatakan pemilihan atau altenatif.
 Contoh: 1.   Siapakah yang benar antara (di antara) saya dan dia?
               2.   Berita itu masih belum pasti, antara benar dan tidak.
               3.   Ayah masih menimbang-nimbang antara pergi dan tidak.
b. Untuk menyatakan jangka waktu atau ukuran jarak.
Contoh:  4.   Persitiwa itu terjadi antara jam 06.00 sampai jam 10.00
               5.   Pekerjaan itu akan selesai antara tanggal 5 sampai tanggal 10.
               6.   Tas Amir jatuh antara sekolah dan kantor pos.
1.      Jarak antara Surabaya dan Jakarta, ditempuh dalam waktu lebih kurang 10 jam.
c. Dipakai dalam arti kira-kira atau sekitar.
2.      Jumlah siswa SMA tempat saya bersekolah, antara delapan ratus orang.
3.      Dia tidak masuk sekolah antara seminggu.
4.      Saya tidak kemarin berangkat ke Bandung antara jam tujuh pagi.
Dalam arti yang terakhir ini, sebaiknya kata antara jangan dipakai bersama-sama dengan kata keterangan waktu atau kata keterangan lain yang berakhiran –an, yang juga berarti kira-kira.
Contoh: - Jumlah siswa SMA tempat saya bersekolah antara ratusan orang.
              - Dia tidak masuk sekolah antara semingguan.
             - Saya kemarin berangkat ke Bandung antara jam tujuhan pagi.
Akhir-an dalam ketiga kalimat itu sudah berarti kira-kira, atau sekitar, atau antara. Jadi kita sudah memakai antara, kita tidak boleh memakai kata sekitar, kira-kira, atau akhiran –an.
Berikut ini akan diuraikan beberapa variasi pemakaian kata antar dan antara, yang merupakan bentuk penyimpangan atau kesalahan, disamping yang telah disebutkan di atas (akhir-an).
Contoh: a. Karena bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antarpulau yang satu dengan pulau yang lain, maka bahasa Melayu disebut lingua franka.
b.     Adanya sikap curiga-mencurigai antarmanusia yang satu dengan yang lain, maka goyalah kerukunan dan kesatuan.
c.    Perkelahian itu terjadi antara penonton pertandingan sepak bola itu.
d.    Anak itu juara menyanyi antar siswa SMP sekolah madya.
Kalimat a dan b seharusnya menggunakan kata antara, sedangkan kalimat c dan d seharusnya menggunakan kata antar.
Bagaimana dengan kalimat seperti:
            e. Pembangunan gedung itu menelan biaya kira-kira antara sepuluh juta rupiah.
            f. Anjing yang telah dibunuh untuk mencegah penyebaran rabies kurang lebih antara 50 sampai 100 ribu ekor.
Kedua kalimat di atas (e dan f) merupakan kalimat yang tidak baku, karena mengandung hiperkorek pada kelompok kata yang dicetak miring/kursif.
Keterangan: antarsiswa    = antar siswa yang satu dengan siswa yang lain
                     Antarbangsa = antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain
                     Antarbangsa yang satu dengan bangsa yang lain = antara-antara bangsa
15.  Pemakaian Kata kami dan kita
Kata kami dan kita sama-sama kata ganti orang pertama jamak, namun arti dan fungsi yang dimilikinya berbeda. Kata kami untuk orang pertama jamak yang berarti bahwa orang yang digantikan hanyalah orang yang berbicara dengan anggotanya. Sedngkan kata kita adalah kata ganti orang pertama jamak, yang menggantikan baik orang yang berbicara maupun yang diajak berbicara. Perhatikan pemakaiannya berikut ini.
Contoh:
1.      “Kami, dari OSIS, merencanakan akan mengadakan karya wisata,” kata ketua OSIS kepada pembimbingnya.
2.      Kata ketua regu pecinta alam kepada wartawan, “Kami mulai mengadakan penelitian terhadap daerah ini sebulan yang lalu.”
3.      “Minggu yang lalu, kami berenam menyelesaikan soal latihan matematika,” kata Hasan kepada gurunya.
4.      “Kita kemukakan masalah ini, nanti dalam rapat,”kata Husin kepada Eri.
5.      “Kita harus berusaha keras untuk memajukan sekolah kita,”kata Bapak Kepala Sekolah kepada murid-muridnya.
6.      “Kita bicarakan sajalah masalah ini dengan Bapak Burhan,” kata ketua kelas II D kepada teman-temannya.
Kata kami dalam kalimat 1, 2, dan 3, secara berturut-turut adalah kata ganti untuk ketua OSIS beserta pengurus dan anggotanya (tidak termasuk pembimbingnya); ketua regu dan anggotanya (tidak termasuk wartawan); Hasan dan lima teman lainnya (tidak termasuk gurunya). Sedangkan kata kita dalam kalimat 4, 5, dan 6, secara berturut-turut adalah ganti dari, baik Husin maupun Eri; baik Bapak Kepala Sekolah maupun murd-muridnya; dan ganti baik Ketua Kelas II D maupun teman-temannya. Jadi jelaslah, bahwa kata kami hanya untuk mengganti orang yang berbicara atas nama suatu kelompok (jamak), sedangkan kata kita merupakan kata ganti untuk orang yang berbicara (sendiri maupun atas nama keompok) beserta orang yang diajak berbicara (baik tunggal maupun jamak).
Adapun penyimpangan atau kesalahan pemakaian kedua kata tersebut, antara lain dalam bentuk:
1.      Kata kami dipakai di dalam kalimat yang seharusnya memakai kata kita, dan sebagainya.
Contoh: - “Kita, dari OSIS, merencanakan akan mengadakan karya wisata,” kata ketua OSIS kepada pembimbingnya.
               - “Kami bicarakan sajalah masalah ini dengan Bapak Burhan,”kata ketua kelas kepada teman-temannya.
               - “Kita berempat masih mencoba menyusun rencana Pak,” kata seorang murid kepada gurunya.
               -   Dengan ini kami beritahukan bahwa kiriman Bapak sudah kami terima. Dan sebagainya.
2.            Kata kami dan kita dipakai  dalam bentuk perulangan, sehingga merupakan gejala hiperkorek atau berlebihan.
Contoh: - “Kami-kami ini ditempatkan di sini untuk membantu Bapak-bapak,” kata salah seorang peserta KKN itu kepada penduduk desa yang ditempatinya.
               - “Kita-kita adalah generasi muda yang akan bertanggung jawab atas bangsa dan negara kita,” kata Rinto kepada teman-temanya.
               - Siapa lagi kalau bukan kami-kami ini yang akan menyelesaikan masalah ini?
               - Akhirnya, kita-kita jugalah yang harus menanggung resikonya.
Perulangan terhadap kata kami dan kita merupakan hiperkorek, karena kedua kata tersebut secara implisit telah berarti jamak, sedangkan perulangan terhadapnya juga berarti jamak. Jadi kalau kata kami sudah  berarti banyak orang atau orang-orang, maka kata kami-kami akan berarti banyak-banyak orang atau orang-orang-orang-orang.
3.            Kata kami dan kita diikuti langsung oleh kata keterangan kuatitatif semua, dan sekalian.
Contoh: -  Kami semua mengikuti kegiatan pramuka.
              -  Kita semua harus menyadari tanggung jawab masing-masing.
              -  Kami sekalian akan segera menghadap pimpinan.
           - Kita sekalian harus selalu meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagaimana dengan kalimat berikut ini ?
- Kami, semua, mengikuti kegiatan pramuka
- Kita, semua, harus menyadari tanggung jawab kita masing-masing.
- Kita sekalian harus selalu meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Keempat kalimat terakhir ini bukan kalimat yang salah. Sebab kata semua dan “sekalian” dalam keempat kalimat tersebut tidak langsung menerakan kata yang ada di depannya, tetapi merupakan keterangan tambahan yang berdiri sendiri.
Dalam kehidupan berbahasa, sering juga kata kami dan kita dipakai sebagai kata ganti untuk orang pertama tunggal, dengan alasan untuk lebih menghormati orang yang diajak berbicara, yang kita kenal dengan bentuk pluralis majestatis. Sebetulnya bila kita perhatikan makna dan fungsinya, kedua kata tersebut tidak mempunyai rasa bahasa yang istemewa sehingga dipakai untuk mengganti saya. Kata saya sebagai kata ganti orang pertama tunggal, sudah lebih mengandung rasa sopan daripada kata aku yang sama-sama kata ganti orang pertama tunggal. Dari nilai kesopanan, kata saya mempunyai tingkat yang sama dengan kata kami atau kita sebagai kata ganti orang pertama jamak. Jadi sebaiknya kesan yang demikian dihilangkan saja, sehingga kata saya dapat dipakai sebagai kata ganti orang pertama tunggal dengan tingkat kesopanan yang diinginkan oleh pemakainya.
16. Pemakaian Kata suatu dan sesuatu
Kata suatu dan sesuatu keduanya merupakan kata ganti tak tentu. Namun sifat ketidaktentuan kedua kata tersebut berbeda. Karena perbedaan ketidaktentuan terhadap benda yang digantikan itulah maka pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bahasa tulis maupun lisan, keduanya pun berbeda. Namun dalam kenyataannya banyak kita jumpai pemakai bahasa Indonesia yang tidak lagi melihat adanya perbedaan. Akibatnya, banyak pemakaian kata suatu dan sesuatu yang tidak sesuai dengan sifat dan fungsi yang dimilikinya. Banyak kalimat yang seharusnya menggunakan kata ganti suatu, tetapi yang digunakan kata ganti sesuatu. Demikian juga sebaliknya. Sehubungan dengan itulah maka berikuti ini kedua kata tersebut akan diuraikan satu persatu secara rinci.
1. Kata ganti tak tentu suatu
Kata suatu adalah kata ganti tak tentu yang sifat ketidaktentuannya terletk pada jenis benda atau hal yang digantikannya. Dalam pemakaiannya kata ganti tak tentu suatu masih harus diikuti oleh benda atau hal yang digantikannya secara umum atau serupa superordinat. Artinya, benda atau hal yang mengikuti kata ganti tak tentu suatu tersebut adalah benda atau hal yang belum diketahui jenisnya secara pasti. Perhatikan contoh berikut.
Contoh: - Ia sedang memikirkan suatu masalah
              - Mereka mengadakan pertemuan si suatu tempat.
Dari contoh di atas, dapat kita lihat bahwa kata yang mengikuti kata ganti tak tentu suatu bersifat umum atau superordinat. Kita belum mengetahui secara pasti atau tentu jenis masalah dan nama tempat yang dimaksudkan dalam kalimat pertama dan kedua. Oleh karena itu, belum/tidak disebutnya jenis masalah  dan nama tempat secara pasti dan jelas itulah letak sifat ketidaktentuan yang dinyatakan oleh kata ganti suatu.
Sebaliknya, apabila jenis masalah dan nama tempat tersebut dinyatakan secara pasti atau tentu, misalnya masalah keuangan, masalah keluarga, masalah studinya, balai desa, kantor kecamatan dan sekolah, maka kata suatu tidak boleh dipakai. Sehingga kalimatnya akan berbunyi:
1.      a. Ia sedang memikirkan masalah keuangan.
b. Ia sedang memikirkan masalah keluarga.
c. Ia sedang memikirkan masalah studinya.
2.      a. Mereka mengadakan pertemuan di balai desa Dadapan.
b. Mereka mengadakan pertemuan di kantor kecamatan setempat.
c. Mereka mengadakan pertemuan di sekolah kita.
Jadi salah apabila kalimat-kalimat tersebut di atas berbunyi:
    1.    a. Ia sedang memikirkan suatu masalah keuangan.
           b. Ia sedang memikirkan suatu masalah keluarga.
           c. Ia sedang memikirkan suatu  masalah studinya.
    2.    a. Mereka mengadakan pertemuan di suatu balai desa Dadapan.
           b. Mereka mengadakan pertemuan di suatu kantor kecamatan setempat.
     c. Mereka mengadakan pertemuan di suatu sekolah kita.
Dari contoh-contoh pemakaian di atas terlihat jelas, bahwa mengingat sifat ketidaktentuannya terletak pada jenis benda atau hal yang digantikan, maka kata ganti suatu harus selalu diikuti oleh benda atau hal lain yang bersifat umum. Oleh karena itu kata ganti tak tentu suatu tidak dapat mengakhiri suatu tutur atau kalimat. Dalam hubungannya dengan fungsinya dalam kalimat, maka kata ganti tak tentu “suatu” tidak dapat menduduki jabatan tertentu tanpa bantuan kata lain. Sedangkan kata lain yang bersama-sama kata ganti suatu dalam menduduki fungsi atau jabatan kalimat tersebut adalah benda atau hal yang digantikannya.
Sebagai contoh pemakaian kata ganti tak tentu suatu yang lain, perhatikan kalimat berikut ini.
Contoh: 3. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan suatu benda.
Dalam kalimat di atas (nomor 3) kata benda yang mengikuti kata ganti tak tentu suatu belum diketahui secara pasti, apa jenis benda tersebut. Jadi masih bersifat umum atau berupa superordinat. Yang dimaksud benda tersebut bisa berupa pisau, buku, tas, bola, dan sejenisnya. Selanjutnya apabila yang dimaksud benda itu dinyatakan dalam jenis nya yang pasti, seperti disebutkan di atas, maka kalimat nomor 3 di atas akan berbunyi.
3. a. Anak itu keluar rumah sambil menunjukkan pisau.
    b. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan buku.
    c. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan tas.
   d. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan bola.
Demikianlah, jadi kata pisau, buku, tas dan bola, karena merupakan jenis benda yang dimaksud secara pasti atau tentu, maka dalam pemakaiannya tidak boleh diberi berpengantar kata ganti tak tentu suatu. Jadi apabila kalimat nomor 3,a, b, c, dan d di atas berbunyi:
3. a. Anak itu keluar rumah sambil menunjukkan suatu pisau.
    b. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan suatu buku.
    c. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan suatu tas.
   d. Anak itu keluar dari rumah sambil menunjukkan  suatu bola.
2. Kata ganti tak tentu sesuatu
Berbeda dengan kata ganti tentu suatu, maka kata ganti tak tentu sesuatu sifat ketidaktentuannya justru terletak pada benda atau hal yang digantikannya. Bukan pada jenis benda atau jenis hal yang digantikannya seperti dalam kata gantui tak tentu suatu. Mengingat yang digantikannya tidak pasti atau tidak tentu, maka dalam pemakaiannya kata ganti tak tentu sesuatu tidak boleh diikuti langsung benda atau hal yang digantikannya, baik yang sudah pasti atau yang sudah tentu jenisnya maupun yang belum. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
Contoh: a. Orang tua itu sedang memikirkan sesuatu.
              b. Ayah baru saja membisikkan sesuatu ke telinga ibu.
              c. Diam-diam diapun memperhatikan sesuatu.
Dalam ketiga contoh di atas, secara fungsional kata ganti tak tentu sesuatu tanpa bantuan kata lain mampu menduduki fungsi objek dalam kalimatnya. Selanjutnya apabila kita ingin menambahkan keterangan mengenai benda atau hal yang digantikan, maka keterangan itu harus berupa anak kalimat perluasan kata ganti tak tentu sesuatu itu sendiri, dan secara bersama-sama akan menduduki fungsi objek dalam kalimatnya, perhatikan contoh pemakaiannya dalam kalimat berikut ini.
Contoh:
a.       Orang tua itu  sedang memikirkan  sesuatu yang merisaukan hatinya.                                                                                                                                               subjek                             predikat                        objek (penderita)
b.      Ayah  baru saja membisikkan  sesuatu yang bersifat rahasia  ketelinga                                   subjek     predikat                             objek (penderita)                            ket.
   ibu                                                                                                                             tempat
c.       Diam-diamu  dia pun  memperhatikan  sesuatu yang selama ini -                                                keterangan              subjek           predikat                        objek (penderita)
diabaikan        
Apabila kelompok kata yang merisaukan hatinya, yang bersifat rahasia, dan yang selama ini diabaikan tersebut dinyatakan dalam bentuk benda atau hal yang digantikan, misalnya persoalan, rencana, dan masalah, maka kata ganti tak tentu seuatu dalam ketiga kalimat di atas harus diganti dengan kata tak tentu suatu. Sehingga ketiga kalimat di atas akan berbunyi:
a”. Orang tua itu sedang memikirkan suatu persoalan.
b”. Ayah baru saja membisikkan suatu rencana ke telinga ibu.
c”. Diam-diam dia pun memperhatikan suatu masalah.
Jadi jelaslah salah apabila ketiga kalimat di atas (a”, b”, c”) tersebut berbunyi:
a”. Orang tua itu sedang memikirkan sesuatu persoalan.
b”. Ayah baru saja membisikkan sesuatu rencana ke telinga ibu.
      c”. Diam-diam dia pun memperhatikan sesuatu masalah
Selanjutnya apabila  jenis persoalan, rencana, dan masalah tersebut sudah pasti atau tentu, misalnya nasib anaknya, rencana pernikahan kakak, dan kecurangan anak buahnya, maka baik kata ganti tak tentu suatu maupun sesuatu tidak boleh dipakai.
a”. Orang tua itu sedang memikirkan nasib anaknya.
b”. Ayah baru saja membisikkan rencana pernikahan kakak ke telinga ibu.
c”. Diam-diam  dia pun memperhatikan kecurangan anak buahnya.
Selain  berfungsi sebagai objek (perhatikan kalimat a, b, dan c di atas), maka tanpa bantuan kata lain kata ganti tak tentu sesuatu dapat juga berfungsi sebagai subjek dalam kalimat. Perhatikan kalimat di bawah ini.
1. Sesuatu  sedang dipikirkan  orang tua itu.                                                                                                             subjek          predikat                 objek pelaku (O3)
2. Sesuatu  baru saja dibisikkan  ayah  ke telinga ibu.                                                                                    subjek          predikat             O3         ket. Tempat    
3. Sesuatu  diam-diam  dia  perhatikan.                                                                      Subjek   ket.mod     O3    predikat               
Dari uraian dan contoh-contoh di atas terlihat bahwa di samping kata ganti tak tentu sesuatu tanpa bantuan kata lain dapat menduduki fungsi tertentu dalam kalimat, kata tersebut juga dapat mengakhiri kalimat.
Akhirnya berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan beberapa ciri pemakaian baik kata ganti tak tentu suatu maupun sesuatu.
a.   Ciri-ciri pemakaian kata ganti tak tentu suatu
a.1.  Kata ganti tak tentu suatu dalam pemakaiannya harus diikuti oleh benda atau hal yang bersifat umum atau berupa superordinat, yang belum pasti atau belum tentu jenisnya;
a.2.  Kata ganti tak tentu suatu tidak dapat mengakhiri kalimat.
a.3.  Kata ganti tak tentu suatu tidak dapat menduduki fungsi atau jabatan tertentu dalam kalimat tanpa kata lain.
b.   Ciri-ciri pemakaian kata ganti tak tentu sesuatu
b.1.  Kata ganti tak tentu sesuatu dalam pemakaiannya tidakboleh langsung diikuti benda atau hal yang digantikannya, baik yang sudah pasti jenisnya ataupun yang belum’
b.2.  Kata ganti tak tentu sesuatu dapat mengakhiri kalimat’
b.3.  Penambahan keterngan mengenai benda atau hal yang digantikannya, haruslah berupa anak kalimat perluasan;
b.4.  Untuk menduduki fungsi atau jabatan tertentu dalam kalimat subjek atau objek, kata ganti tak tentu sesuatu maupun berdiri sendiri tanpa harus bersama-sama kata lain.


1 komentar:

  1. bagaimana menulis nabi ibrahim as
    Nabi Ibrahim as atau
    Nabi Ibrahim a.s. atau
    Nabi Ibrahim AS atau
    Nabi Ibrahim A.S. ???????
    tolong jawabanya y...tolong bgt

    BalasHapus